Karangasem, Bali (ANTARA News) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kembali mendeteksi aktivitas vulkanik tremor atau getaran/gerakan menerus melebihi ambang batas (overscale) alat deteksi seismograf yang berlangsung selama 34 menit.
"Tremor overscale ini berlangsung sore tadi Pukul 16.42 sampai 17.16 Wita. Hal ini menandakan masih ada suplai yang muncul akibat efusi {lelehan, red) lava," kata Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana saat dikonfirmasi di Karangasem, Bali, Jumat malam.
Ia menerangkan, gunung setinggi 3.142 mdpl ini sudah mengalami gempa vulkanik sebanyak 15 kali dan juga muncul gempa low frekuensi yang terekam sebanyak 19 kali mengawali tremor skala besar. Gempa low frekuensi terekam 19 kali mengawali tremor dalam skala besar yang berlangsung sekitar 34 menit dengan amplitudo maksimal 23 mm.
Gempa low frekuensi adalah gempa yang merefleksikan fluida magmatic ke permukaan, atau dengan kata lain semakin besar suplai magma menuju permukaan. Secara visual, kawah Gunung Agung masih terlihat asap berwarna putih.
Berdasarkan informasi dari data citra satelit yang diterima Rabu (29/11), rata-rata pergerakan magma ke permukaan kawah gunung Agung mencapai 36 meter kubik per detik. Sehingga, jumlah lava di kawah gunung Agung diestimasikan sudah berjumlah 20 juta meter kubik, dari total kapasitas kawah gunung Agung yang mencapai 30 juta meter kubik.
"Ini artinya lava sementara baru memenuhi sepertiga kawah gunung Agung. Masih cukup jauh untuk memenuhi hingga bibir kawah. Kita lihat saja pertumbuhan magma ini kedepannya, bisa bertambah, bisa melambat, bisa juga terhenti sama sekali," ujarnya.
Meskipun asap abu vulkanik cenderung menurun dan lebih dominan asal putih uap air, namun hasil pengukuran gas sulfur dioksida (SO2) masih cukup tinggi, yakni sebanyak 201 ton per harinya. Ini artinya aktivitas magmatik masih berlangsung. "Hal ini juga masih diikuti dengan masih tampaknya sinar api diatas kawah gunung Agung, yang mengindikasikan influsi lava di kawah masih terjadi dan sangat panas," ujarnya.
Devy Kamil Syahbana menjelaskan, fase erupsi gunung Agung Tahun 2017 masih cenderung identik tengah tahun 1963. Ada beberapa kemiriban yang terjadi sejauh ini, yakni ada fase efusi lava untuk memenuhi kawah sebelum terjadi guguran lava dan awan panas. Termasuk sering terlihatnya glow atau sinar api diatas kawah. Tapi setelah itu, tidak ada catatan instrumental yang bisa memberikam data secara konkret mengenai erupsi Gunung Agung tahun 1963.
"Kami melihat fasenya masih mengikuti saat Tahun 1963. Tapi kita tidak dapat samakan apakah letusanya akan seperti tahun 1963. Semoga saja sih lebih rendah dari Tahun 1963. Apakah efusif atau eksplosif juga tidak ada yang tau. Semua tergantung dari energi yang dikeluarkan oleh gunung itu sendiri. Tapi saat ini kecenderungannya, data menunjukkan Gunung Agung masih akan mengalami erupsi berikutnya," katanya.
PVMBG pun berencana kembali melakukan pemantauan kawah dengan menggunakan drone. Namun hal ini baru akan dilakukan seminggu ke depan, karena saat ini drone mengalami masalah teknis dan harus diperbaiki di Bandung.
Tim drone akan kembali dan melakukan pemantauan kawah paling cepat seminggu kedepan. Sekali lagi saya jelaskan, meskipun secara visual hari ini Gunung Agung tampak mereda, namun data lain menunjukkan aktivitas vulkaniknya Agung masih tinggi," ujarnya.
Ia menambahkan, aktivitas vulkanik gunung Agung bisa dikatan mereda apabila sudah ada penurunan gempa secara konsisten, deformasi menjukan deflasi yang konsisten, secara geokimia tidak terkam gas SO2, serta tidak lagi terekam anomali thermal di kawah gunung Agung.
Pewarta: I Made Surya Wirantara Putra
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017