Jakarta (ANTARA News) - Departemen Perhubungan (Dephub) lepas tangan soal maraknya angkutan umum liar ber-plat hitam di berbagai daerah, khususnya wilayah Jakarta Barat. "Itu urusan dinas perhubungan Kabupaten/Kotamadya karena Dephub tak punya kewenangan langsung untuk menertibkan," kata Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Suroyo Alimoeso kepada pers usai menerima sembilan orang perwakilan, sekitar 500 pengemudi angkutan kota Jakarta Barat yang melakukan demo di depan Dephub, Jakarta, Senin. Menurut Suroyo, Dephub selaku regulator hanya bertindak sebagai koordinator pusat dari sejumlah regulasi dan sejak otonomi daerah, soal perijinan, trayek dan lainnya sudah menjadi kewenangan daerah tingkat II masing-masing. Dephub melalui Dirjen Perhubungan Darat Iskandar Abubakar, kata Suroyo, sudah seringkali meminta pihak terkait untuk menindak maraknya angkutan kota ber-plat hitam. "Sejak akhir Maret surat terkirim, baru Polda (Kepolisian Daerah) Banten dan Jawa Barat yang melakukan aksi penertiban, sedangkan Polda Metro, khususnya Jakarta Barat, baru dua persen melakukan aksi di lapangan," kata Suroyo. Suroyo berjanji akan menindaklanjuti keluhan pengemudi angkutan kota tersebut, termasuk masukan soal maraknya bus karyawan yang ikut "menikmati" penumpang yang seharusnya menggunakan angkutan kota. "Kami sudah inventarisir," katanya sambil menambahkan bahwa bus karyawan yang disewa perusahaan tertentu, bisa dicabut Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)-nya. Sementara itu, menurut Ketua Umum Serikat Pekerja Angkutan Umum (SPAU), Saiful Milah, maraknya angkutan plat hitam sebagai omprengan angkutan umum karena satu, yakni ketidaktegasan aparat dinas perhubungan dan kepolisian di lapangan. Menurut dia, awalnya angkutan plat hitam hanya satu-dua saja dan itu dibiarkan terus menerus sehingga mengancam pendapatan angkutan umum resmi. "Mereka menawarkan harga tiket jauh lebih murah dibandingkan angkutan umum resmi," kata Saiful. Dia mencontohkan, untuk rute Tangerang-Kalideres dengan angkutan umum plat hitam cukup membayar Rp1500-2000 per penumpang, sedangkan angkutan umum resmi dipatok Rp3.500. "Mereka lebih murah karena bebannya hanya pajak kendaraan bermotor, sedangkan kami ada delapan item per tahun yang harus dibayar," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007