Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyiapkan kebijakan lanjutan pasca kenaikan pungutan ekspor (PE) CPO berupa kewajiban pasokan dalam negeri (DMO) plus untuk mencapai target harga minyak goreng di dalam negeri sebesar Rp6.500 sampai Rp6.800 per kilogram (kg). "Kami sedang menyiapkan kebijakan baru kalau itu (kenaikan PE CPO) tidak cukup," ujar Menperin Fahmi Idris pada raker dengan Komisi VI DPR-RI, di Jakarta, Senin, menanggapi pertanyaan anggota Dewan mengenai tindak lanjut kebijakan pemerintah menurunkan harga minyak goreng. Fahmi mengatakan, kebijakan DMO plus atau utuh berikut dengan kontrol harga dan distribusinya tersebut disusun oleh tiga menteri yaitu Menperin, Mentan, dan Meneg BUMN. Skema DMO plus tersebut merupakan langkah antisipasi bila kebijakan pemerintah yang baru berupa kenaikan PE CPO dan turunannya tidak efektif menurunkan harga minyak goreng ke tingkat yang ditargetkan. "Kita tidak boleh mendahului suatu keputusan yang baru berumur beberapa hari, bahwa itu akan gagal. Tidak ada yang bisa memastikan bahwa itu akan gagal atau berhasil. Tapi pemerintah mengantisipasi dengan mempersiapkan skema baru dengan menugaskan Menperin, Mentan, dan Meneg BUMN untuk menyusun skema tersebut," katanya. Fahmi memperkirakan dampak kenaikan PE CPO dan produk turunannya yang dipukul rata menjadi sebesar 6,5 persen pada akhir pekan lalu baru akan efektif menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri pada akhir Juni atau awal Juli 2007. Fahmi optimistis kenaikan PE CPO dan produk turunannya itu akan mampu menurunkan harga minyak goreng ke tingkat rata-rata Rp6.800 per kg. Menurut dia, bila itu tidak tercapai alternatif kebijakan DMO plus itu akan segera dikeluarkan. "Ini seperti bejana berhubungan. Kenaikan PE CPO dan turunannya akan menghambat aliran ekspor, yang menyebabkan bertambahnya pasokan CPO di dalam negeri, sehingga harga minyak goreng bisa turun," katanya. Ia juga menegaskan kenaikan PE CPO dan turunannya hanya bersifat sementara karena pemerintah juga akan melakukan evaluasi selama 3-6 bulan untuk melihat dampak dari kenaikan PE tersebut. Sementara itu, dalam raker tersebut sebagian besar pertanyaan anggota Komisi VI DPR-RI mempertanyakan kebijakan pemerintah yang menaikkan PE CPO dan dampaknya bagi penurunan harga minyak goreng di dalam negeri. Sebagian dari pertanyaan itu mengharapkan pemerintah mengambil langkah cepat dan tegas untuk menurunkan harga minyak goreng guna mengurangi beban masyarakat, baik rumah tangga maupun industri kecil yang terkena dampak kenaikan harga minyak goreng akibat harga internasional yang melambung mencapai kisaran 700 - 800 dolar AS per ton. Anggota Komisi VI DPR-RI Aria Bima menilai pemerintah terkesan membiarkan harga minyak goreng melambung di dalam negeri dengan kebijakan awal yang hanya memberi imbauan kepada pengusaha minyak sawit untuk ikut dalam Program Stabilisasi Harga (PSH) minyak goreng, sehingga selama hampir 1,5 bulan harga minyak goreng tetap tinggi di kisaran Rp9000 per kg. "Ada kesan pembiaran, entah siapa yang diuntungkan," katanya. Ia juga menilai PE CPO dan turunannya sebesar 6,5 persen saat ini belum cukup untuk menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri. Menurut dia, PE CPO dan turunannya harus lebih tinggi lagi sekitar 10-12 persen. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007