Semarang (ANTARA News) - Benny Irawan alias Abu Hanafi (29), mantan sipir Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kerobokan Bali yang didakwa telah memasukkan laptop bagi terpidana mati kasus Bom Bali I, Imam Samudera, divonis lima tahun penjara. Vonis yang dijatuhkan dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Senin, tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama 11 tahun penjara. Menurut ketua majelis yang memimpin sidang, Yunianto, S.H, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 13 Perpu No.1/ 2002 yang ditetapkan dalam UU No.15/ 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Ia mengatakan, terdakwa terbukti bersalah telah memberikan bantuan kemudahan kepada pelaku tindak pidana terorisme, berupa membantu memasukkan laptop ke sel Imam Samudera di LP Kerobokan Bali. Beberapa fakta yang terungkap dalam persidangan, menurut majelis hakim, terdakwa mendapat kiriman dua buah paket yang salah satunya berupa laptop pada 3 Mei 2005, dengan nama pengirim Anissa LD (anak Agung Setyadi, terdakwa lain dalam kasus yang sama). Fakta tersebut terungkap dari barang bukti berupa print-out bukti pengiriman barang yang ditandatangani oleh terdakwa. Sementara itu, beberapa hal yang memberatkan terdakwa dalam persidangan ini antara lain, perbuatan terdakwa dilakukan secara bersekutu, rapi dan terencana, terdakwa yang saat ini menjabat sipir LP dipandang cukup mampu untuk melaksanakan perbuatan yang dituduhkan itu, perbuatan terdakwa membahayan keselamatan masyarakat. Hal-hal yang meringankan terdakwa, terdakwa belum pernah dihukum, berlaku sopan saat persidangan, terdakwa sebagai seorang PNS, dan masih memiliki tanggungan keluarga. Mejelis hakim memberi kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan upaya hukum berupa banding selama tujuh hari. Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Sugeng Riyadi, seusai persidangan menyatakan masih akan pikir-pikir dulu sebelum mengajukan banding. Menurut dia, terdapat beberapa hal yang akan dijadikan pertimbangan dalam pengajuan banding nantinya, seperti saksi dalam persidangan sebelumnya mengatakan terdapat barang bukti berupa laptop, padahal hal itu hanya diketahui saksi dari keterangan resi pengiriman barang. "Selain itu, resi pengiriman barang yang ditunjukkan dalam persidangan bukan yang asli dan bantuan apa yang diberikan kepada pelaku terorisme juga tidak jelas, karena pelaku yang dibantu ternyata sudah menjadi terpidana," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007