"Kemaren kami juga melakukan pengukuran kualitas air hujan dengan menggunakan TDS meter di sejumlah tempat di Jimbaran dan Denpasar memang ada sedikit perubahan kandungan mineralnya," kata anggota Komunitas Air Langit, Edgard Nguwisa, saat dihubungi di Karangasem, Selasa.
Ia mengatakan, alat ukur TDS meter ini berfungsi mengukur kandungan mineral dalam air. Dari hasil pengukuran alat ini diketahui kandungan air terjadi perubahan kualitas yang kadar normalnya 15 ppm meningkat menjadi dua kali lipat sebesar 30 ppm.
Penyebab perubahan kadar mineral ini karena abu letusan Gunung Agung terbawa awan mendung dan terjadi hujan yang berisi campuran abu dari gunung tersebut.
"Dengan adanya perubahan kadar air hujan ini, kami dikomunitas yang biasanya mengkonsumsi air hujan untuk sehari-hari terpaksa tidak menggunakannya lagi. Kami menunggu sampai kondisinya normal lagi," ujarnya.
Edgard mengatakan, untuk kadar air hujan pada umumnya lebih murni dari air konsumsi yang biasanya di bawah 10 ppm. Selain itu, semua kandungan mineral air hujan terjadi perubahan, seperti saat melakukan pengecekan di Denpasar dan Jimbaran.
"Hal ini saya buktikan saat terjadi hujan terlihat ada tanda fisik hujan mengguyur mobil biasanya airnya bersih karena air hujan itu murni karena mengandung mineral rendah dan saat menguap air hujan ini tidak ada endapan. Namun, air hujan yang terjadi kemaren sore ada bekas putih di mobil," ujarnya.
Pihaknya menilai, air hujan lebih rendah kandungan mineralnya dari pada air kemasan ada beberapa yang sudah murni atau sudah dilakukan penyulingan dengan kadar hinga 140 ppm.
Untuk itu, kami telah mengimbau kepada komunitas kami, yang biasanya memanfaatkan air hujan agar tidak digunakan lagi untuk sementara waktu dan menggunakan air hujan yang sebelumnya telah ditampung. "Kami sudah dua tahun menggkonsumsi air hujan untuk minum dan masak ini," ujarnya.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017