"Menjadi tugas pemerintah untuk melindungi masyarakat dari bahaya nuklir dan menyosialisasikannya," ujar Gubernur Jatim Soekarwo di sela penandatanganan nota kesepahaman antara Pemprov Jatim dan Bapeten di Surabaya, Senin.
Pemanfaatan energi nuklir, kata dia, kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti bidang kesehatan, pertanian dan industri, namun karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tenaga nuklir menyebabkan mereka tidak menyadari bahaya radiasi nuklir.
Menurut orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut, energi nuklir bermanfaat bagi umat manusia karena selain efisien juga bisa mengatasi kelangkaan energi.
Pakde Karwo, sapaan akrabnya, menjelaskan di Jatim terdapat energi listrik yang ongkosnya sangat mahal, kemudian kapasitas pembangkitnya 8.860 MW yang digunakan untuk memenuhi beban puncak 4.995 MW sehingga surplus energi pembangkit Jatim mencapai 3.865 MW.
"Surplus ini dimanfatkan untuk memenuhi kebutuhan Jateng, Jabar dan DKI Jakarta sebesar 2.332 MW dan Bali sebesar 334 MW. Karena itulah efisiensi nuklir membuat Jatim tidak perlu subsidi," ucapnya.
Sementara itu, penandatanganan kesepakatan bersama dilakukan antara Bapeten dan Pemprov Jatim terkait dengan peningkatan pengawasan keselamatan dan keamanan pemanfaatan ketenaganukliran di Jatim.
Selain itu, juga tentang perjanjian kerja sama antara Biro Hukum dan Organisasi Bapeten beserta Balitbang Jatim tentang pelaksanaan edukasi dan informasi publik dalam rangka peningkatan pengawasan keselamatan dan keamanan pemanfaatan ketenaganukliran di provinsi setempat.
Di tempat sama, Kepala Bapeten Jazi Eko Istiyanto mengatakan Provinsi Jatim pada 2017 ini dijadikan sebagai proyek percontohan keselamatan nuklir di Indonesia, sekaligus pengguna energi nuklir terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat.
"Bapeten akan melakukan pengawasan dan verifikasi terhadap instansi yang menggunakan tenaga nuklir, salah satunya rumah sakit. Setelah verifikasi akan ditempelkan stiker hijau untuk hasil penilaian baik, kuning untuk sedang dan merah penilaian kurang," katanya.
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017