Palembang (ANTARA News) - Provinsi Sumatera Selatan akan menetapkan status siaga kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2018 akan lebih dini dibandingkan tahun sebelumnya yakni terhitung sejak Januari.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional Provinsi Sumatera Selatan Iriansyah di Palembang, Senin, mengatakan penetapan lebih awal itu akan memacu semua komponen di daerah bekerja lebih awal sehingga penanganan karhutla yang mengedepankan deteksi dini dapat terlaksana.
"Tahun 2017 ditetapkan pada Februari, sedangkan tahun 2018 akan ditetapkan Januari," kata Iriansyah.
Ia mengatakan penetapan lebih awal itu bukan hanya baik secara internal tapi juga secara eksternal mengingat Sumsel dapat mendahului daerah-daerah lain di Indonesia dalam pengajuan dana anggaran bencana.
"Bukan hanya Sumsel yang masuk rawan karhutla, ada Jambi, Riau, Kalbar, Kalsel dan dua provinsi baru yakni Aceh dan Papua. Semua daerah itu mengajukan permintaan sarana dan prasarana. Jika Sumsel mengajukan lebih dahulu maka dapat diplot duluan," ujar dia.
Iriansyah tidak menyangkal bahwa sarana dan prasarana karhutla sangat terbatas baik untuk operasi darat maupun operasi udara. Khusus operasi udara, negara harus menyewa dari luar negeri dan pilotnya umumnya dari negara-negara pecahan Soviet seperti Rusia, Moldova dan lainnya.
Sehingga langkah mengedepankan deteksi dini dengan mengoptimalkan peran Desa Peduli Api diharapkan dapat menjadi solusi atas persoalan itu. Selain itu, perusahaan perkebunan di sekitar desa juga diminta tanggung jawabnya untuk mengawasi.
"Sumsel hanya kebagian lima helikopter, jelas ini kurang saat bencana terjadi apalagi jika sudah ratusan hektare sehingga mau tak mau harus ada sinergi dari semua pihak," kata dia.
Sumatera Selatan meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya karhutla berkaca dari kejadian hebat pada 2015 yang telah menghanguskan lahan dan hutan sekitar 700.000 hektare di lima kabupaten.
Pada tahun 2016, Sumsel berhasil menekan kejadian karhutla 97 persen berkat upaya deteksi dini dan kondisi cuaca yang mengalami kemarau basah.
Sementara itu, kasus karhutla di Sumsel pada 2017 tetap terjadi, akan tetapi tidak menimbulkan dampak kabut asap. Data BPBD Sumsel untuk indeks pencemaran udara tidak melebihi 300, dan untuk jarak pandang rata-rata di atas 10 km sehingga tidak ada kasus penundaan penerbangan.
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017