Meskipun dibuat menggunakan sistem kamera 3D, tetapi puncak-puncak batuan karst yang tampak dalam film itu bukan sekadar ilusi teknologi melainkan terinspirasi dari lanskap pegunungan Zhangjiajie, sebuah daerah di Provinsi Hunan, China.
Pemerintah China bahkan menyebut bahwa tanpa Zhangjiajie, kecil kesempatan Avatar untuk menjadi film terlaris sepanjang masa dengan total pendapatan mencapai 2,788 miliar dolar AS (sekitar Rp36 triliun), bahkan mengalahkan Titanic (1997).
Beberapa waktu lalu Antara dan sejumlah jurnalis dari negara-negara ASEAN serta Uni Emirat Arab berkesempatan mengunjungi Taman Hutan Nasional Zhangjiajie yang bisa ditempuh dengan tiga jam berkendara dari Changsha, Ibu Kota Provinsi Hunan.
Taman hutan yang terletak di Distrik Wulingyuan itu telah masuk dalam daftar Warisan Budaya UNESCO sejak 1992 dan termasuk Geopark Global pada 2004---dan kini berkembang menjadi salah satu destinasi yang paling dicari wisatawan dalam maupun luar negeri.
Dengan luas mencapai 390 kilometer persegi, Taman Hutan Nasional Zhangjiajie terkenal dengan sekitar 3.000 pilar vertikal batuan karst yang ditumbuhi pepohonan pada bagian puncak serta sisi-sisinya.
Rasanya tidak berlebihan jika pemerintah China mempromosikannya sebagai "negeri para peri sekaligus bonsai raksasa" karena lanskap Zhangjiajie yang tidak mudah ditemukan di belahan dunia lainnya.
Kabut yang menyelimuti puncak-puncak batuan menjelang musim dingin membuat kesan magis semakin terasa.
Tidak heran seseorang bisa berdecak kagum bahkan berbagi bahagia dengan kerabat atau wisatawan lain saat memandangi lanskap area yang dipercaya orang China dulunya adalah lautan sebelum terbentuk unik karena proses evolusi geografi.
Pada 2007 seorang wartawan Inggris, Simon Winchester, memuji Zhangjiajie sama hebatnya seperti Tembok Besar China.
"Dengan tebing menyerupai pencakar langit dan penampang biogeografi yang paling tidak biasa di planet bumi, (Zhangjiajie) adalah satu-satunya tempat di China dengan udara paling murni yang tidak mungkin anda lewatkan," tulisnya dalam the New York Times.
Ada beberapa wahana yang bisa dicoba wisatawan untuk mengeksplorasi Zhangjiajie selain berjalan kaki antara lain dengan kereta gantung, jembatan kaca sepanjang 430 meter, kereta wisata, serta elevator setinggi 326 meter.
Sayangnya temperatur udara 12 derajat celcius dan gerimis yang tidak kunjung henti pada pertengahan November lalu membuat Antara tidak bisa melihat jelas indahnya lanskap dari dalam kereta gantung maupun jembatan kaca karena kabut yang terlalu tebal.
Namun selama sekitar 1,5 menit menuruni elevator Bailong, yang berarti ratusan naga dalam bahasa China, Antara bisa melihat penampang pilar-pilar batuan karst dari dekat melalui lapisan kaca. Elevator yang mulai beroperasi sejak 2002 ini terdaftar dalam Guinnes World Records sebagai lift luar ruangan tertinggi, tercepat, dan terbesar dunia.
Formasi pilar batuan karst dengan bentuk dan tinggi yang beragam berhasil menunjukkan pesonanya kepada setiap pasang mata yang memandang. Udara dingin dan hujan sepanjang hari itu tidak menyurutkan niat para wisatawan untuk mengeksplorasi Zhangjiajie, meskipun lebih disarankan untuk mengunjungi lokasi ini pada musim panas mulai akhir Mei hingga Agustus.
Pariwisata
Zhangjiajie telah menikmati pesatnya industri pariwisata selama beberapa tahun terakhir. Pada 2016 sebanyak 61,41 juta orang ---4,43 juta diantaranya turis asing--- mengunjungi wilayah dengan populasi 1,7 juta jiwa ini.
Sejak Januari-Oktober 2017, Zhangjiajie menerima 64,94 juta wisatawan dan pendapatan mencapai lebih dari 40 miliar yuan (sekitar Rp81,85 triliun).
Kemajuan pariwisata Zhangjiajie didukung infrastruktur yang sangat memadai, termasuk inovasi berkelas dunia seperti jembatan kaca dan elevator luar ruangan.
Zhangjiajie telah terkoneksi dengan jaringan bandara, jalan tol, serta rel kereta. Bandara Internasional Lotus di kota tersebut melayani penerbangan ke 30 kota di China serta 20 negara diantaranya Jepang, Korea Selatan, Thailand, Taiwan, dan Hongkong.
Jaringan kereta Zhangjiajie bisa mengakses lebih dari 50 kota termasuk Beijing, Shanghai, dan Guangzhou yang biasa menjadi jujukan pertama wisatawan asing saat pertama mendarat di China.
Wakil Sekretaris Pemerintah Kota Zhangjiajie, Liu Shao Jian, menyebut bahwa kini pihaknya sedang menjajaki perluasan jaringan penerbangan ke negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura dan Malaysia.
"Kami telah menjalankan kebijakan visa setelah kedatangan dan sedang menjajaki pemberlakuan bebas visa transit selama 72 jam," kata Liu.
Tidak hanya dari sisi transportasi, akomodasi pun bisa dengan mudah ditemukan di kawasan pegunungan ini.
No. 5 Valley adalah salah satu penginapan bergaya klasik tradisional yang menawarkan bukan sekadar tempat singgah tetapi juga pengalaman untuk tinggal di wilayah pedesaan tani Zhangjiajie.
Terletak sekitar 2 kilometer dari pintu tiket taman hutan nasional, penginapan seluas 10 ribu meter persegi ini dibangun oleh pasangan suami istri Chen Yu Lin dan Liu Yi.
Pasangan yang semula tinggal dan bekerja di Beijing itu melihat potensi besar dari perkembangan Zhangjiajie sebagai destinasi wisata, di samping keinginan untuk memberdayakan warga di sekitar pegunungan Wulingyuan yang merupakan kampung halaman Chen, sang suami.
"Kami terinspirasi untuk mengurangi kemiskinan sekaligus memperbaiki kualitas pariwisata di wilayah ini," tutur Chen.
Sejak mulai dibuka pada 2012, penginapan ini telah menerima lebih dari 100 ribu tamu dalam negeri maupun internasional.
Kini bekerjasama dengan 10 petani dan mempekerjakan 30 pegawai, kehadiran penginapan yang direkomendasikan oleh situs wisata global TripAdvisor ini bisa meningkatkan pendapatan rata-rata warga setempat hingga 20.000 yuan (sekitar Rp40 juta) setiap tahun.
Mengeksplorasi objek wisata dan berbincang dengan warga lokal di Zhangjiajie menunjukkan betapa seriusnya pemerintah China menggarap sektor pariwisatanya.
Dalam Kongres Nasional Partai Komunis China ke-19 yang diselenggarakan Oktober lalu komitmen tersebut kembali ditegaskan lewat filosofi pembangunan Zhangjiajjie yang menilai "lanskap alam sama berharganya seperti tambang emas dan perak".
"Kami sangat menyadari bahwa pemandangan alam yang indah adalah jalur kehidupan industri pariwisata dan hanya kemajuan ekologis yang bisa menciptakan ceruk pariwisata bagi Zhangjiajie," tutur Liu Shao Jian.
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017