"Keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) itu sesuai Pasal 28A sampai 28J UUD NRI Tahun 1945," kata Wakil Ketua Lembaga Pengkajian MPR RI, Ahmad Farhan Hamid seperti dikutip dalam siaran pers MPR RI yang diterima di Jakarta, Jumat.
Farhan Hamid di hadapan ratusan dosen perguruan tinggi negeri dan swasta pada acara Training of Trainers Sosialisasi Empat Pilar di Surakarta, Jumat, mengatakan keputusan MK tersebut untuk memberi identitas kepada penganut kepercayaan.
Namun, keputusan MK tersebut, menurut dia, menimbulkan penafsiran beragam dan terjadi pro kontra di masyarakat.
"Padahal pemberian identitas untuk penganut aliran kepercayaan tidak harus dalam kolom agama," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan permohonan gugatan judicial review UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan perihal penganut kepercayaan.
MK dalam amar putusannya, Selasa (7/11), menyebutkan, "Negara harus menjamin setiap penganut kepercayaan dapat mengisi kolom agama dalam KTP dan KK".
"Dengan keputusan ini maka penganut kepercayaan memiliki hak yang sama seperti para penganut enam agama besar di Indoensia dalam hal pencatatan status keagamaannya dalam KTP dan KK," kata Farhan Hamid.
Menurut Farhan Hamid, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri sedang membahas tindak lanjut dari putusan MK tersebut, di mana penerapannya tidak harus dalam kolom agama di KTP dan KK.
Wakil Ketua MPR RI periode 2009-2014 ini mencontohkan, bagi penganut aliran kepercayaan yang sudah jelas alirannya maka dalam KTP tidak ada kolom agama, tapi disebutkan penganut aliran kepercayaan sesuai dengan nama aliran kepercayaannya.
"Ini sudah cukup sehingga tidak membuat keresahan," katanya.
Farhan juga mengingatkan agar penyelenggara negara dapat merumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. ***2***
(T.R024/S024)
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017