Jakarta (ANTARA News) -Nilai rupiah pada pekan depan diperkirakan masih akan bergelut di kisaran ketat, antara Rp9.000 sampai Rp9.100 per dolar AS, melihat kecenderungan lebih banyak ditempatkannya "hot money" asing ke pasar saham maupun obligasi. "Rupiah akan berada dalam kisaran ketat, seiring dengan makin berkurangnya penempatan dana asing di pasar uang," kata Analis Valas PT Bank Himpunan Saudara, Ruri Nova, di Jakarta, akhir pekan ini. Ia mengatakan berkurangnya arus masuk modal asing ke pasar uang mengakibatkan rupiah sulit bergerak naik, bahkan cenderung merosot, meski kemerosotan itu tertahan oleh aksi Bank Indonesia (BI) yang masuk pasar mengawal mata uang lokal. BI menginginkan posisi rupiah tetap berada di atas level Rp9.000 per dolar AS dan tidak berada di bawah level Rp9.000 per dolar AS. Mata uang lokal itu, lanjut Ruri Nova, sebelumnya diperkirakan akan mempunyai ruang untuk menguat terkait dengan rencana bank sentral AS (The Fed) yang akan menurunkan suku bunganya, namun rencana itu tertahan oleh meningkatnya permintaan obligasi AS. Para pelaku asing aktif membeli dolar AS untuk menempatkan dananya di obligasi tersebut, sehingga imbal hasilnya mengalami kenaikan, katanya. Meski tertekan, menurut dia, rupiah sebenarnya dinilai stabil, karena pada level ini posisi rupiah sesuai dengan keinginan eksportir maupun importir. Rupiah sebelumnya kebablasan akibat terkena 'efek domino' pasar regional, hingga melewati angka batas psikologis Rp9.100 per dolar AS, namun mata uang lokal itu kemungkinan sulit untuk bisa mendekati level Rp9.200 per dolar AS Apabila rupiah terus tertekan kembali menembus level Rp9.100 per dolar AS, dikhawatirkan kepercayaan investor akan makin berkurang, katanya. "Kami optimis rupiah akan kembali ke level Rp9.000 per dolar AS, karena pada posisi itu rupiah dinilai cukup stabil, ujarnya. (*)

Copyright © ANTARA 2007