Mataram (ANTARA News) - Menteri Sosial RI Khofifah Indar Parawansa mengajak muslimat Nahdlatul Ulama untuk memerangi narkoba melalui keluarga.
"Tolong dijaga anak-anak kita. Lihat di TV dan handphone bahaya narkoba menimpa anak-anak," kata Khofifah saat bersilaturahmi dengan ratusan pengurus Fatayat NU NTB dalam rangka Munas Alim Ulama dan Konfrensi Besar NU di Masjid Hubbul Wathan Islamic Center NTB, di kota Mataram, Kamis.
Menurutnya, Laskar Anti Narkoba Muslimat NU, harus bisa menjaga kaum perempuan dan anak-anak termasuk generasi muda dari pengaruh narkoba. Sebab, berdasarkan data Badan Nasional Narkotika (BNN) sebanyak 5,9 juta orang terjerat kasus dan penyalahgunaan narkoba. Dari jumlah itu adalah perempuan dan anak anak.
"Jumlah ini sangat fantastis, apalagi dalam perkembangannya, kasus narkoba jumlahnya meningkat dalam waktu singkat," terangnya.
Melihat kasus tersebut, maka kepekaan keluarga sangat penting, artinya jangan sampai sudah berlangsung lama baru diketahui. Karena, lanjutnya, sekarang ini kasus narkoba tidak hanya menjerat kalangan dewasa, tapi sudah masuk di kalangan anak anak dan pelajar. Di mana lebih dari 60 persen, di Rumah Tahanan (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah korban penyalahgunaan atau pengedar narkoba.
"PR kita banyak, godaan perempuan untuk menjadi pengedar cukup tinggi. Awalnya tidak tahu terutama di kalangan anak anak. Kebanyakan kasus, hanya disuruh kirim barang yang tidak diketahui dengan imbalan bisa sampai Rp7 juta sampai Rp15 juta. Ini yang membuat anak anak tergiur dan akhirnya terjerumus," ungkapnya.
Karena itu, para orang tua harus waspada dan jeli terhadap perubahan dan barang barang baru yang tiba-tiba dimiliki anaknya. Sebab, dampak pengaruh narkoba tidak bisa serta merta hilang, tapi punya efek panjang dan berpengaruh pada psikologis, terutama perempuan. Sementara upaya rehabilitasi terhadap para korban narkoba belum bisa maksimal karena keterbatasan intitusi dan fasilitas yang ada.
"Dari data yang ada sampai Februari, 160 ada Intitusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang sudah teregistrasi. Tapi yang menerima perempuan tidak lebih dari 12. Sebagian keberatan merehab penyalahgunaan narkoba perempuan dengan alasan terlalu banyak energi dan tidak nuntut. Rehabilitasi medik kewenangan Kementerian Kesehatan, sedangkan rehabilitasi Sosial kewenangan Kementerian Sosial," jelas Khofifah.
Ia menambahkan, setiap tahunnya, pemerintah melalui Kementerian Sosial mengalokasikan anggaran untuk rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba. Namun anggaran yang ada, belum mampu mengcover seluruh korban narkoba.
"Rehabilitasi di Panti, ada rawat inap dan rawat jalan. Ada juga penjangkauan yaitu si korban tetap tetap di rumah, aktivitas kerja atau tetap melaksanakan kegiatan sekolah. Sepulangnya baru dilakukan rehabilitasi," ucapnya.
Pada tahun 2015 anggaran dari APBD untuk rehabilitasi korban pengguna narkoba mencapai 16.600 orang, tahun 2016 bertambah 21.000 orang. Sedangkan tahun 2017 ini targetnya 15.600 orang. Tapi biasanya temen temen melakukan penjangkauan supaya bisa memberikan layanan dengan jumlah lebih banyak lagi.
Untuk itu, Khofifah berharap peran Muslimat jadi bagian jadi penguat untuk benteng memerangi penyalahgunaan narkoba.
"Perempuan harus menghindari narkoba, menjaga diri dan keluarga dari pengaruh narkoba dan jangan sampai jadi korban penyalahgunaan, apalagi menjadi pengedar narkoba," katanya.
Pewarta: Nur Imansyah A
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017