Bupati atau gubernur yang terpilih karena politik transaksional, tentunya tidak terlalu fokus memikirkan perbaikan gedung sekolah di daerahnya, akses jalannya apakah sudah bagus atau belum, hingga tersedianya pupuk bersubsidi di masyarakat, karena sa
Kudus (ANTARA News) - Badan Pengawas Pemilihan Umum mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergoda tawaran sejumlah uang untuk mendukung salah satu pasangan calon, karena politik uang merupakan embrio persoalan korupsi, kata Ketua Bawaslu RI Abhan Misbah.
"Politik uang termasuk sebagai kejahatan luar biasa dalam demokrasi," ujarnya saat Sosialisasi Pengawasan Pemilu Gubernur, Bupati dan Wali Kota Tahun 2018 di Hotel Griptha Kudus, Kamis.
Ia menganalogikan, kepala daerah yang terpilih karena politik transaksional, yang terjadi munculnya kepala daerah "wiro sableng" yang dikenal memiliki "kapak 212".
Untuk dua tahun pertama, kata dia, bupati terpilih karena politik transaksional akan berupaya mengembalikan modalnya yang sudah dikeluarkan selama pencalonan.
Kemudian, lanjut dia, satu tahun kedua akan mencari keuntungan, sedangkan dua tahun terakhir akan berupaya mencari modal untuk mencalonkan kembali.
"Bupati atau gubernur yang terpilih karena politik transaksional, tentunya tidak terlalu fokus memikirkan perbaikan gedung sekolah di daerahnya, akses jalannya apakah sudah bagus atau belum, hingga tersedianya pupuk bersubsidi di masyarakat, karena saat kampanye sudah membagikan uang," ujarnya.
Ia mengingatkan, bahwa ancaman pidana untuk pelaku politik uang tidak hanya menyasar pemberinya, melainkan penerima juga akan ikut dijerat.
"Konsepnya, seperti kasus suap. Pemberi maupun penerima sama-sama dihukum," ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, perlu upaya pencegahan bersama-sama, karena tugas pencegahan tersebut bukan tugas semata penyelenggara, melainkan masyarakat juga memiliki tanggung jawab yang sama.
Ia mengatakan, politik transaksional merupakan tindakan yang tidak mendidik.
"Kami mendorong masyarakat agar berani membuat gerarakan menolak politik uang atau politik transaksional," ujarnya.
Ia optimistis, ketika masyarakat berani menolak politik uang, maka para kandidat bupati atau gubernur akan berkompetisi secara adil.
"Jika calon yang diusung memiliki kapasitas, integritas dan elektabilitasnya juga bagus tentu bisa dipilih," ujarnya.
Masyarakat saat ini, lanjut dia, semakin cerdas, sehingga ketika diberi uang sekalipun belum tentu memilih calon yang menggunakan politik transaksional tersebut.
Bisa saja, kata dia, calon yang menggunakan politik transaksional karena tidak terkenal.
Jika pelaksanaan Pilkada berlangsung adil, dia optimistis, bupati atau gubernur yang terpilih tidak memiliki beban mengembalikan uang.
"Program kerja pemerintahan tentunya akan dijalankan dengan baik, sehingga masyarakat akan menikmati bupati dan gubernur yang benar-benar amanah," ujarnya.
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017