Kota Gaza (ANTARA News) - Petempur HAMAS memperkuat posisi yang mereka rebut dari faksi Fatah di Jalur Gaza, kemarin, sehingga menciptakan daerah kantung di pintu masuk Israel dan kiang memupus prospek bagi perdamaian dan berdirinya negara Palestina. Presiden Mahmoud Abbas, dukungan Barat, menunjuk perdana menteri baru bagi kabinet daruratnya setelah pasukan Fatahnya, yang beraliran sekuler, digusur oleh HAMAS dari jalur miskin tersebut pada puncak berhari-hari baku-tembak maut. Perkembangan dramatis itu secara efektif memecah wilayah Palestina menjadi dua wilayah terpisah dan dikuasai secara terpisah pula --Jalur Gaza dan Tepi Barat Sungai Jordan. Sementara para pemimpin dunia menyampaikan kekhawatiran, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan dukungan penuhnya bagi pemerintah darurat yang diumumkan Abbas dan mengisyaratkan bantuan keamanan yang meningkat di tengah kekhawatiran mengenai kegiatan yang merusak kestabilan oleh Iran dan Suriah. HAMAS, yang menang dalam pemungutan suara 2006 tapi dicap secara organisasi teror oleh Israel dan Barat, menguasai Jalur Gaza beberapa jam setelah Abbas memecat pemerintah persatuan pimpinan HAMAS serta mengumumkan keadaan darurat dalam upaya menghindari perang saudara habis-habisan. Baku-tembak sporadis terjadi seluruh jalur miskin itu, yang terkucil dari dunia luar oleh pengepungan Israel, sementara penjarah berkeliaran di jalan, pria bersenjata yang memakai topeng HAMAS menduduki markas Fatah sementara banyak pengikut setia Abbas melarikan diri ke Mesir. Tindakan HAMAS tersebut, yang membuat aspirasi rakyat Palestina mengenai negara merdeka jadi impian yang kian jauh dari jangkauan, dicap sebagai "kudeta militer" oleh Abbas dan menyulut kekhawatiran di Israel serta di kalangan pemimpin dunia. Abbas, Jumat, menugasi Salam Fayyad untuk membentuk pemerintah darurat setelah ia memecat perdana menteri HAMAS Ismail Haniya dan membubarkan pemerintah persatuan --percobaan pembagian kekuasaan selama tiga bulan yang dirusak oleh kerusuhan yang menewaskan lebih dari 260 orang sejak Desember saja. Namun tindakan itu digambarkan oleh HAMAS sebagai "kudeta" dan "pepelanggaran semua hukum" dan Haniya telah berikrar akan melanjutkan pemerintahnya. Kemenangan HAMAS dalam pemilihan umum Januari 2006 atas Fatah, yang selama puluhan tahun pernah mendominasi politik Palestina, menyulut boikot bantuan yang melumpuhkan oleh Barat yang hingga kini masih berlaku di banyak wilayah, sehingga rakyat Palestina kian menghadapi kesulitan ekonomi, demikian AFP.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007