Jakarta (ANTARA News) - Perselingkuhan yang terjadi di antara pasangan suami istri seharusnya tidak boleh melibatkan anak, kata psikolog Kasandra Putranto.
Dampak yang dirasakan oleh anak yang terpapar perselingkuhan bervariasi tergantung dari usia dan kualitas mental anak, kondisi konflik perselingkuhan dan intervensi.
"Umumnya anak-anak korban perselingkuhan memiliki ciri khas CEN (Childhood Emotional Negligence) karena orangtua sibuk selingkuh dan berantem, jadi kebutuhan emosional anak tidak cukup terpenuhi," kata Kasandra pada ANTARA News lewat pesan singkat.
Dilansir Good Therapy, ciri-ciri CEN yang bisa muncul saat dewasa bisa meliputi rasa kurang percaya diri, merasa hampa, merasa ada yang hilang tapi tak tahu apa atau merasa kebal dari suatu perasaan.
Kasandra menyarankan untuk tidak mengumbar drama keluarga secara berlebihan agar tidak menimbulkan trauma pada anak.
Ia juga menjelaskan sebuah perselingkuhan biasanya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor pelaku.
"Mereka memiliki profil yang khas dengan kebutuhan lebih dalam hal emosional, seksual, finansial dan lain lain, sehingga mereka mencari hubungan di luar hubungan resmi mereka."
Faktor kedua adalah pasangan pelaku. Mereka biasanya punya profil psikologis khas pula yang memberikan alasan bagi pelaku untuk membenarkan perilaku selingkuh mereka. Bisa jadi ini menyangkut fisik, emosi, perhatian, pendidikan, atau perilaku.
Perselingkuhan juga bisa muncul akibat tekanan lingkungan, seperti teman atau keluarga, juga faktor teknologi informasi di mana akses semakin mudah, luas dan cepat.
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017