Nusa Dua, (ANTARA News) - Perwakilan sejumlah negara kawasan Pasifik diundang ke Bali untuk belajar dan berbagi pengalaman tentang tata kelola ekowisata dalam program pelatihan yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri RI dan Sekolah Tinggi Pariwisata Bali.

Pelatihan Internasional tentang Ekowisata untuk negara-negara Pasifik tersebut secara resmi dibuka di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, pada Senin oleh Staf Ahli Bidang Manajemen Kementerian Luar Negeri RI Wajid Fauzi di Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua.

Pelatihan yang diadakan dari 20-26 November di Bali tersebut merupakan salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan hubungan persahabatan dengan negara-negara di kawasan Pasifik.

Negara-negara Pasifik merupakan negara sahabat yang strategis bagi RI karena secara geografis berada dekat dengan wilayah Indonesia. Kedekatan wilayah tersebut menjadi salah satu pendorong diadakannya pelatihan tersebut.

"Negara-negara Pasifik pada dasarnya memiliki tantangan dan peluang yang kurang lebih sama dalam tata kelola pariwisata, khususnya di bidang ekowisata," ujar Wajid.

Sebanyak 14 perwakilan pihak pemerintah dan swasta dari negara-negara Pasifik seperti Tonga, Samoa, Kepulauan Solomon, Kiribati, Papua Nugini dan Palau beserta empat peserta dari Indonesia selama sepekan ke depan akan belajar dan berbagi pengalaman mengenai tata kelola ekowisata serta mengunjungi sejumlah destinasi wisata di Pulau Dewata Bali seperti Pantai Kuta, Desa Pengelipuran, Ubud, Desa Pemuteran, Jatiluwih dan Tanah Lot.

Ekowisata berarti perjalanan yang bertanggung jawab ke tempat-tempat alami dengan menjaga lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, tutur Deputi Direktur Bidang Akademi Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Ni Made Eka Mahadewi dalam upacara pembukaan pelatihan tersebut.

Eka menuturkan bahwa Indonesia sedang mempromosikan kegiatan ekowisata dengan harapan untuk menyediakan cara-cara baru dalam menggunakan sumber daya secara berkesinambungan, menjaga keanekaragaman dan meningkatkan standar hidup melalui sumber penghidupan alternatif.

Pelatihan tersebut diharapkan pula menjadi wadah bagi Indonesia dan para peserta dari negara-negara sahabat untuk berbagi pengalaman dan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola pariwisata, khususnya di bidang ekowisata.

Salah satu peserta dari Samoa, Alexandra Agnes Alveda Mauli, mengaku antusias untuk mengikuti program pelatihan tersebut karena negara asalnya dan Indonesia memiliki sejumlah kesamaan seperti, misalnya, sama-sama mempunyai banyak pantai yang bagus dan juga air terjun.

"Kita juga memiliki budaya yang sangat kuat dan unik, selain itu juga cuaca yang sama. Sangat mirip dengan Samoa," ucap Alexandra.

Namun demikian, salah satu tantangan bagi Samoa, negara di tengah Samudera Pasifik, adalah aksesibilitas dan bagaimana mempromosikan pariwisata mereka ke dunia luar, kata Alexandra yang membutuhkan 24 jam untuk menempuh penerbangan dari Samoa ke Bali.

Sementara itu, Wajid Fauzi mengatakan bahwa dalam konteks pariwisata akan baik jika negara-negara yang berada di suatu kawasan memiliki kerja sama yang erat dan keunggulan bersama dalam bidang pariwisata.

"Namun demikian, kita juga tak boleh lupakan bahwa kita harus bekerja keras untuk menunjukkan keunggulan competitif dari masing-masing negara," tutur Wajid.

Jika keunggulan kompetitif masing-masing negara kompatibel, tidak bersaingan, saling bergantung dan menguntungkan maka akan menjad keunggulan kompetitif bersama suatu kawasan di Asia Pasifik, kata Wajid.

Hal tersebut merupakan suatu tujuan yang besar, namun setidaknya program pelatihan tersebut memberikan landasan ke arah sana, tambah Wajid.

Proram pelatihan semacam ini, yang mengundang pihak pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pihak swasta sebagai operator, merupakan salah satu sarana yang baik bagi Indonesia untuk mepromosikan potensi pariwisatanya.

Setelah menyelesaikan program pelatihan tersebut, para peserta diharapkan bisa membagi pengalamannya dan menceritakan kepada sahabat, kolega maupun keluarga di negaranya tentang pariwisata Indonesia.

Pewarta: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017