Dialog merupakan tanda cinta kasih. Gereja Katolik di Indonesia yang banyak terlibat dalam mengadakan berbagai dialog dapat membuka diri, memberikan kesaksian tentang cinta kasih, tidak hanya kepada sesama pemeluk Kristiani, tetapi semua yang membutu
London (ANTARA News) - KBRI Vatikan mengadakan dialog Islam-Katholik yang bertema "Memperkuat Kerukunan Umat Muslim dan Katolik di Indonesia," sebagai usaha menjembatani perbedaan sekaligus membangun kerukunan antar agama, diadakan di Aula Basilica del Buonconsiglio, Napoli, Italia, Sabtu.
Dialog diikuti sekitar seratus peserta yang umumnya biarawan dan biarawati Katholik secara resmi dibuka Dubes RI untuk Takhta Suci Vatikan, Antonius Agus Sriyono dihadiri Uskup Napoli, Kardinal Crescenzio Sepe, demikian Pensosbud KBRI Vatikan Wanry Wabang kepada Antara London, Minggu.
Dubes Antonius Agus Sriyono, dalam pembukaan menekankan pentingnya dialog Islam-Katholik karena dengan acara semacam ini diharapkan akan tumbuh saling pengertian dan saling menghormati antar pemeluk agama sehingga harmoni dan kerukunan beragama dapat terwujud di Indonesia.
Pembicara dalam dialog adalah Direktur Komunitas Sant Egidio, Valeria Martano, dan Dosen Institut Agama Islam Negeri Surakarta, Zaenal Muttaqin, yang sedang melanjutkan studi doktoralnya di Inggris.
Kardinal Sepe yang menyempatkan hadir menyatakan harapannya dialog antar agama ini dapat terus berlanjut. Diharapkan bukan hanya dialog, tapi juga dapat diadakan berbagai kegiatan yang melibatkan kelompok masyarakat luas yang berasal dari latar belakang agama yang berbeda.
Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar telah menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam mengelola keberagaman, ujarnya. Dalam paparannya, dosen IAIN Surakarta, Zaenal Muttaqin menitikberatkan pada bagaimana Islam memandang pluralisme di Indonesia. "Dalam Al-Quran disebutkan Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda dan Islam tidak melarang berbuat baik kepada sesama," kata Muttaqin.
Dikatakan terdapat tiga metoda untuk meningkatkan toleransi antar umat beragama, yakni dialog teologis terkait dengan saling belajar bagaimana keyakinan orang lain terhadap agamanya, bukan dari perspektif agama melainkan bagaimana pemeluk agama lain meyakini agamanya. Dialog sosiologis, yaitu bagaimana pergaulan di masyarakat dapat dimanfaatkan untuk membina kerukunan dengan melibatkan warga lintas agama. Selain kerja sama lintas agama dalam bentuk kolaborasi di lapangan untuk mencari solusi persoalan kemanusiaan seperti pendidikan, kemiskinan, ketimpangan sosial dan ekonomi, kekerasan, dan sebagainya.
Sementara itu, Valeria Martano menekankan Indonesia adalah contoh sebagai negara dimana rakyatnya dapat hidup berdampingan dengan perbedaan yang ada, terutama dalam perbedaan agama. Dikatakannya negara Eropa tidak memiliki banyak perbedaan seperti Indonesia. Bahkan kita sering merasa takut dengan adanya banyak perbedaan. Untuk itu, tantangan utama adalah dialog. Paus mengatakan dialog akan membantu orang saling mengenal.
"Dialog merupakan tanda cinta kasih. Gereja Katolik di Indonesia yang banyak terlibat dalam mengadakan berbagai dialog dapat membuka diri, memberikan kesaksian tentang cinta kasih, tidak hanya kepada sesama pemeluk Kristiani, tetapi semua yang membutuhkan, dengan segala perbedaan," ujar Martano.
Sebelum acara dialog juga diadakan pameran foto karya fotografer Italia, Carmen Mastello, yang memamerkan 30 foto menggambarkan bagaimana potret kerukunan beragama di Indonesia, seperti warga Muslim yang berwisata ke Candi Borobudur dan keindahan pura di Bali. "Saya berharap melalui karya saya ini, para pengunjung dapat mendapatkan gambaran tentang keindahan dan kerukunan beragama di Indonesia," demikian Carmen.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017