Mamuju (ANTARA News) - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi Barat Brigjen Polisi Dedi Sutarya mengatakan narkoba lebih berbahaya dari korupsi karena dengan mengkomsumsi obat terlarang itu dapat merusak otak manusia dan masa depan bangsa.
"Kalau penyakit jantung masih bisa dioperasi, tapi kalau pengguna narkoba maka otaknya akan rusak dan tidak berfungsi lagi dengan baik," kata Dedi Sutaya pada acara peluncuran gerakan masyarakat sadar pangan aman (Germas Sapa) oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Sulbar di Mamuju, Jumat.
Ia mengatakan, Indonesia saat ini dinyatakan pemerintah darurat narkoba karena terdapat 66 jenis narkoba yang masuk dan beredar di negara ini, sementara di negara lain hanya tujuh jenis.
Menurut dia, peredaran narkoba di Indonesia berjaringan internasional dengan dukungan modal besar melalui jalur laut dan pelabuhan tidak resmi.
Selain itu, lanjut dia, ada juga para narapidana mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara karena terungkap 60 jaringan narkoba pada 22 lembaga pemasyarakatan di Indonesia.
Oleh karena itu, kata Sutarya, BNN Provinsi Sulbar tidak akan melakukan kompromi terhadap peredaran narkoba dan akan terus menggalakkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN).
"Kalau ada pengedar narkoba, semoga tidak bertemu saya, tapi biarkan langsung dibawa ke rumah sakit, dilumpuhkan, kalau perlu dibawa pulang ke orang tuanya saja, atau sekalian nanti ke rumahnya tahlilan. Ini komitmen kami melakukan pencegahan peredaran narkoba, matikan pengedar narkoba," ujarnya.
Pewarta: M.Faisal Hanapi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017