Pekanbaru (ANTARA News) - Pengadilan Agama Kota Pekanbaru mencatat sebanyak 157 Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Ibu Kota Provinsi Riau tersebut mengajukan gugatan cerai sepanjang Januari hingga Oktober 2017.
"Gugatan perceraian banyak dari kalangan guru," kata Humas Pengadilan Agama Kota Pekanbaru Barmawi di Pekanbaru, Kamis.
Menurut dia, dominasi angka perceraian dari kalangan pengajar dianggap normal karena memang guru merupakan mayoritas PNS di Kota Pekanbaru. Meski begitu, dia tidak dapat mempersentasekan berapa angka perceraian di kalangan guru dibanding PNS lainnya di Kota Pekanbaru.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Pengadilan Agama, mayoritas PNS yang menggugat cerai adalah kaum hawa. Jumlahnya mencapai 104 kasus dari 157 gugatan perceraian.
Tingginya angka perceraian kalangan PNS di Kota Pekanbaru, kata dia, disebabkan sejumlah hal. Diantaranya adalah masalah ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga dan yang paling dominan adalah perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang berujung ke penceraian.
Ia menuturkan, sebelum memutuskan untuk menjatuhkan cerai talak maupun gugat, pihaknya terlebih berupaya melakukan mediasi. Namun sayang, upaya mediasi yang dilakukan cenderung tidak membuahkan hasil.
"Sepertinya mereka yang mengajukan permohonan cerai ini sudah mantap untuk pisah. Kita paham juga, karena untuk memutuskan mengakhiri rumah tangga tentu pertimbangan sudah dilakukan jauh-jauh hari. Bahkan bisa bertahun-tahun," urainya.
Sementara itu, dari 157 gugatan cerai yang diterima Pengadilan Agama, 120 diantaranya telah diputus atau resmi bercerai. Namun, angka itu merupakan akumulasi dari sejumlah kasus gugatan cerai oleh kalangan PNS Pekanbaru pada 2016 lalu.
Selain tingginya kasus perceraian di Pekanbaru, patut disimak sisi menarik gugatan cerai yang diterima Pengadilan Agama. Barmawi menuturkan, sepanjang tahun ini terdapat ada delapan pemohon penceraian tidak dilengkapi izin pejabat berwenang, yakni atasan tempat PNS mengabdi.
Dia mengatakan bahwa PNS yang tidak memiliki izin dari atasanya wajib membuat surat pernyataan yang isinya siap menanggung segala resiko, termasuk penurunan pangkat. Termasuk turun pangkat atau jabatan jika dikemudian hari pejabat diatasnya mengetahui dan menjatuhkan sanksi.
Namun sebelum memutuskan untuk membuat surat pernyataan, pihaknya tetap memberikan waktu. Jika hingga batas waktu yang diberikan izin dari atasan tidak juga kunjung didapatkan, maka pihaknya akan mempertanyakan, apakah akan dilanjutkan ke persidangan atau dibatalkan.
Jika ingin tetap dilanjutkan, lanjutnya, maka yang bersangkutan sebagai pemohon harus membuat surat pernyataan bersedia menerima resiko akibat penceraian tanpa izin dari atasannya.
"Kalau tidak, ya tidak bisa kita lanjutkan, karena sesuai PP nomor 10 tahun 1983, PNS yang mengajukam permohonan gugatan cerai harus mendapatkan izin dari atasan," tuturnya.
Dibanding tahun sebelumnya, terjadi lonjakan angka perceraian 2017 ini. Pada 2016 lalu, Badan Kepegawaian Pengembangan dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Pekanbaru mencatat sebanyak 24 permohonan. Dari jumlah tersebut empat permohonan batal, karena yang bersangkutan batal melanjutkan proses penceraian. Sedangkan yang rujuk satu orang.
Plt Kepala Badan Kepegawaian Pengembangan dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Pekanbaru, Muhammad Jamil mengatakan penyebab kasus penceraian ASN dilingkungan Pemko Pekanbaru adalah faktor ekonomi, namun ada juga adanya pihak ketiga atau perselingkuhan.
"Penyebabnya macam-macam. Ada yang karena orang ketiga, kemudian faktor ekonomi, bisa juga akibar faktor dari internal dalam keluarga mereka masing-masing," ujarnya.
Pewarta: Bayu Agustari Adha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017