Ramalah, Tepi Barat (ANTARA News) - Presiden Palestina, Mahmud Abbas, hari Jumat menugasi politisi mandiri Salam Fayyad membentuk pemerintah darurat sesudah membubarkan kabinet pimpinan Hamas, kata pejabat. "Presiden menugasi Salam Fayyad membentuk pemerintah baru," kata penasehat Abbas, Hikmat Zeid, kepada kantor berita Prancis (AFP). Abbas pada Kamis malam mengeluarkan keputusan pemerintah bangsa bersatu pimpinan Hamas, dan memberlakukan keadaan darurat hanya beberapa jam sebelum gerakan Islam itu menguasai penuh Jalur Gaza. Fayyad adalah teknokrat didikan Amerika Serikat (AS) dan menteri keuangan dalam pemerintah bangsa bersatu yang secara luas dihormati di Barat atas usahanya membuat keuangan Palestina lebih terbuka dan memerangi korupsi. Ia menjabat menteri keuangan 2002-2005 dan bekerja pada Dana Keuangan Antarbangsa, serta ikut dalam pemilihan anggota parlemen 2006 sebagai pemimpin "Jalan Ketiga" daftar calon tak berpartai Hamas dan Fatah. Hamas keluar sebagai pemenang dalam pemilihan umum itu. Satuan bersenjata Hamas hari Jumat membebaskan komandan keamanan Palestina, yang ditahan selama kelompok itu menguasai Gaza. Brigade Ezzedine Qassam memberikan ampunan kepada semua komandan pasukan keamanan dan pejabat Fatah, yang ditahan, kata Abu Obeida, juru bicara satuan tentara itu kepada AFP. Abu Obeida menyatakan lusinan perwira keamanan dan pejabat partai Fatah sudah dibebaskan berdasarkan atas ampunan itu. Sebelumnya, ia di televisi Al Aqsa milik Hamas menyatakan bahwa Jenderal Jamaal Kayed, komandan keamanan nasional, Jenderal Misbah Bheis, komandan pengawal kepresidenan, Tawfiq Abu Khossa, jurubicara keamanan nasional dan pejabat senior Fatah Majed Abu Shamala dibebaskan pada Kamis malam. Hamas takkan memroklamasikan negara di Jalur Gaza, tempat gerakan perlawanan Islam itu mengalahkan pesaingnya, Fatah, kata Perdana Menteri Palestina Ismail Haniya pada Jumat pagi, yang menyebut pemecatan dirinya oleh Presiden Mahmud Abbas dan anggota lain pemerintah pimpinan Hamas sebagai pradini. "Jalur Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari tanah air dan penduduknya adalah bagian tak terpisahkan dari rakyat Palestina. Tidak untuk negara di Jalur Gaza ialah karena negara adalah keseluruhan, yang tak dapat dipecah," kata Haniya dalam pidato ditayangkan televisi pada tengah malam. "Presiden Mahmud Abbas mengambil keputusan pradini, yang menghianati semua kesepakatan," katanya. Ia menimpakan kesalahan atas gelombang kerusuhan terahir tersebut, yang meletus satu pekan sebelumnya atas pendukung Fatah dan menuduh mereka melakukan kejahatan dan membunuh warga, karena alasan politik dan menghukum mati yang lain setelah menculik mereka. Ia berjanji bahwa lembaga antarbangsa dan warganegara asing, yang menghentikan kegiatan di Jalur Gaza selama beberapa hari terahir akibat pertempuran, akan menerima perhatian dan pengamanan dan Hamas berkeras menghormati kebebasan dan hak asasi manusia. Petempur Hamas merebut perangkat penting lain dari kelompok pesaingnya --Fatah-- di Jalur Gaza pada Kamis malam, kata laporan media Israel. Kantor pusat pasukan keamanan Palestina, Saraya, jatuh ke tangan Hamas, kata laporan tersebut. Hamas merampas banyak senjata, kendaraan dan dokumen, katanya. Tindakan itu hanya menyisakan kediaman Presiden Mahmud Abbas ke dalam kekuasaan pengawal presiden di Jalur Gaza. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007