Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Ketenagakerjaan akan menyiapkan rencana aksi untuk menjalankan Konsensus ASEAN tentang Promosi dan Perlindungan Buruh Migran yang ditandatangani pada Konferensi Tingkat Tinggi ke-31 di Filipina, Selasa (14/11).

"Masing-masing negara akan membuat laporan kemajuan pelaksanaan `action plan` serta saling memberikan contoh praktik baik dalam perlindungan pekerja migran yang merujuk pada konsensus tersebut," kata Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Maruli A Hasoloan dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.

Rencana aksi masing-masing negara itu selanjutnya akan dipelajari dan dibahas oleh ASEAN Committee of Migrant Workers (ACMW).

Semetnara itu, Maruli mengaku pemerintah Indonesia dari jauh-jauh hari telah menyiapkan kerangka rencana aksi guna menjamin terlaksananya konsensus perlindungan pekerja migran di Asia Tenggara tersebut.

Melalui KTT ke-31 ASEAN di Manila, Filipina, para pemimpin negara-negara ASEAN telah menyepakati "ASEAN Consensus on the Promotion and Protection of the Rights of Migrant Workers itu yang dinilai merupakan sebuah kesepakatan penting dalam upaya meningkatkan perlindungan terhadap pekerja migran dan keluarganya di kawasan ASEAN.

Sebanyak 10 kepala negara menandatangani konsensus terkait dengan hak pekerja migran, kewajiban negara pengirim, serta kewajiban negara penerima pekerja migran tersebut.

Dalam konsensus tersebut, hak-hak pekerja migran didefinisikan sebagai hak mendapatkan kunjungan dari anggota keluarganya serta menyimpan dokumen pribadi termasuk paspor dan dokumen izin kerja.

Selain itu juga untuk mendapatkan kesetaraan hukum ketika ditahan atau dipenjara saat menunggu masa sidang atau ketika ditahan untuk alasan lainnya dan menyampaikan keluhan kepada otoritas terkait serta mendapatkan bantuan dari perwakilan pemerintah di negara penempatan.

Pekerja migran juga mendapatkan kebebasan bergerak atau berpindah tempat di negara penempatan maupun mendapatkan akses informasi ketenagakerjaan, baik negara pengirim maupun penerima.

Pekerja migran juga berhak mendapatkan akses informasi terkait dengan pekerjaan dan kondisi pekerjaan di negara penerima instansi, badan, atau agensi perekrut serta mendapatkan kontrak kerja atau dokumen layak lainnya yang berisi persyaratan kerja yang jelas dan mendapatkan perlakuan yang adil di tempat kerja dan mendapatkan akomodasi yang layak berdasarkan hukum, regulasi dan kebijakan nasional negara penerima.

Pekerja migran berhak mendapatkan remunerasi, tunjangan dan penghasilan yang layak dan adil. Berhak mengirimkan pendapatan dan simpanannya melalui cara pengiriman apapun sesuai aturan yang berlaku di negara penerima.


Pekerja migran berhak mengajukan keluhan atau membuat pernyataan terkait perselisihan perburuhan, sesuai hukum yang berlaku di negara penerima. Memiliki hak berkumpul dan berserikat dengan asosiasi atau organisasi pekerja sesuai aturan yang berlaku di negara penempatan.


Sedangkan untuk negara pengirim bertanggungjawab memberikan program orientasi sebelum keberangkatan yang didalamnya berisi tentang hak asasi manusia, hak ketenagakerjaan, kondisi pekerjaan, hukum, sosial, budaya dan sebagainya terkait negara penerima. Juga memastikan pekerja memahami kontrak kerja melalui kontrak kerja tertulis dalam bahasa yang mudah dipahami.

Negara pengirim bertanggung jawab menentukan biaya yang dikeluarkan pekerja migran yang layak dan transparan, wajib mencegah biaya yang tinggi dan wajib menyederhanakan tata kelola penempatan dengan membuat layanan terpadu.

Negara pengirim juga bertanggung jawab atas pemenuhan syarat kesehatan bagi pekerja migran, serta bertanggungjawab menyusun program reintegrasi bagi pekerja migran yang kembali berupa program ketenagakerjaan.

Sementara itu, negara penerima pekerja migran bertanggung jawab menjamin HAM dan hak dasar serta martabat pekerja migran dengan memberikan perlakuan yang adil dan mencegah perlakuan yang kasar, kejam dan siksaan.

Negara penerima wajib membuat program untuk meningkatkan pemahaman prosedur dan peraturan negara penerima, menindak pengguna pekerja migran ilegal, mencegah biaya perekrutan yang tinggi dan memastikan pekerja menerima dokumen kontrak.

Negara penerima juga wajib menjamin remunerasi dan "benefit" yang adil serta memberikan perlindungan keselamatan kerja bagi pekerja migran, mencegah kekerasan dan pelecehan seksual bagi pekerja migran, menjamin perlakuan kepada pekerja sesuai dengan kesetaraan gender, memberikan bantuan dan akses bagi pekerja migran serta menfasilitasi bantuan legal dan penerjemah serta fungsi kekonsuleran bagi pekerja migran.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menyatakan konsensus tersebut merupakan langkah maju dalam peningkatan perlindungan hak-hak pekerja migran di ASEAN.

Perlindungan yang mengacu pada prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia itu, tak hanya diberikan kepada pekerja migran, namun juga kepada keluarganya.

Hal itu juga sejalan dengan Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan dan Pemajuan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.

Perlindungan serupa juga diberikan kepada pekerja migran yang tidak terdokumentasi yakni pekerja migran yang masuk dan tinggal untuk bekerja di suatu negara secara ilegal, atau pekerja migran yang awalnya legal namun berubah menjadi ilegal.

Menurut Hanif, penandatangan konsensus tersebut sekaligus membuka kebuntuan panjang pembahasan isu itu di mana selama 10 tahun, belum terjadi kata sepakat karena dipicu perbedaan kepentingan antara negara pengirim pekerja migran (Indonesia dan Filipina) dengan negara penerima (Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam).

Pewarta: Arie Novarina
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017