Jakarta (ANTARA News) - Di antara berbagai masalah mata yang umumnya bayi prematur alami, Retinopati Prematuritas (ROP) adalah salah satunya.
Pada tahap yang berat, kondisi ini bisa menyebabkan bayi mengalami kebutaan permanen, akibat lepasnya retina. Oleh karenanya, screening menjadi prosedur yang ahli kesehatan sarankan.
"Screening, untuk diagnosis terjadinya ROP dan kalau ditemukan ROP bisa dilakukan terapi pengobatan sedini mungkin, sehingga tak berakhir dengan kebutaan," ujar spesialis mata dari RSCM, Prof. Dr. dr Rita Sita Sitorus, SpM (K), dalam peluncuran program Mobile Retinopati Prematuritas Jakarta di RSCM, Jumat.
Rita mengatakan, proses ini perlu mempertimbangkan kondisi kesehatan bayi dan mendapatkan izin dari dokter.
"Bayi prematur itu bisa lahir saat di usia kehamilan ibu 20-30 minggu misalnya. Screening dilakukan tergantung kondisi kesehatan bayi. Kondisi bayi kadang tak stabil, sesak napas, biru, kuning. Oleh karenanya, dokter yang menentukan menmentuikan screening. Kalau mengganggu kesehatan bayi, tidak boleh dilakukan," kata dia.
Bila hasil screening menunjukkan bayi positif mengalami ROP, dokter akan memeriksa seberapa besar keparahannya, sebelum menentukan tindakan lanjutan.
Namun, hasilnya negatif, tak berarti screening berhenti dilakukan. Pemeriksaan harus terus dilakukan hingga usia bayi 42 minggu (dihitung sejak dalam kandungan).
"Setelah diperiksa, ditetapkan ROP atau tidak. Jika ya, stadium berapa, setelah itu dilakukan pengobatan. Kalau pun tidak ada apa-apa, jangan stop screening. Pantau sampai usia 42 minggu, sampai dokter menentukan harus berhenti," papar Rita.
Bayi disebut prematur bila lahir dengan berat badan kurang dari sama dengan 1500 gram atau usia kehamilan kurang dari 34 minggu.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017