Jakarta (ANTARA News) - Kharisma dan mempunyai wibawa tinggi adalah faktor yang dinilai penting bagi masyarakat untuk dimiliki oleh seorang pemimpin baik itu bupati, walikota, gubernur atau presiden, demikian hasil survei dari tiga lembaga di Indonesia. Lead Institute, Universitas Paramadina dan Indo Barometer, dalam pemaparan hasil surveinya di Jakarta, Jumat, menjelaskan bahwa mereka mengambil sampel sebanyak 1.200 responden dari 33 provinsi di Indonesia. "Berdasarkan kultur, pemimpin yang kharismatik memang disukai oleh masyarakat," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari. Sistem pemerintahan Indonesia, disebutnya, berasal dari kerajaan dan bahkan sistem presidensial yang dipraktikkan di Indonesia juga merupakan kepanjangan dari sistem monarki. "Masyarakat masih mencari seorang yang dapat menjadi pusat dari segalanya. Pernah dicoba sistem parlementer, tetapi 'gak' laku," ujar Qodari. Survei tersebut memberikan dua pilihan mengenai tipe pemimpin yang paling tepat untuk seorang bupati, gubernur, walikota atau presiden, yakni pemimpin yang memiliki visi untuk tujuan masa depan Indonesia, dan pemimpin yang memiliki kemampuan mengatur organisasi negara secara teknis. Sebanyak 74,1 persen responden memilih pilihan pertama, yakni pemimpin yang memiliki visi untuk tujuan masa depan, sementara itu hanya 14,7 persen responden memilih pemimpin yang memiliki kemampuan mengatur oranisasi negara secara teknis, sementara tiga persen menjawab lain dan 8,2 persen tidak menjawab. "Masyarakat memilih pemimpin yang visioner karena pemimpin sekarang dianggap tidak memiliki arah yang jelas ke depannya. Masyarakat merindukan sesuatu yang belum ada dan diharapkan ada," kata Qodari. Untuk posisi menteri, ada 61,7 persen responden memilih pemimpin yang memiliki visi untuk tujuan masa depan Indonesia dan 26,1 persen pemimpin yang memiliki kemampuan mengatur organisasi negara secara teknis. Survei yang digelar pada tanggal 11-27 Mei 2007 tersebut juga menanyakan tentang keahlian apa yang paling penting dimiliki oleh seorang bupati, walikota, gubernur atau presiden. Sebanyak 35,2 persen responden menginginkan pemimpin yang dapat menetapkan visi/arah dan tujuan jangka panjang, 34,2 menginginkan pemimpin yang dapat berkomunikasi ke masyarakat luas, 16,9 persen menginginkan pemimpin yang dapat menyerap informasi serta 3,1 persen menginginkan pemimpin yang dapat memimpin organisasi. Untuk seorang menteri, responden yang mewakili masyarakat Indonesia menginginkan menteri yang dapat menetapkan visi/arah dan tujuan jangka panjang (32,7 persen), komunikasi kepada masyarakat luas (27,3 persen), mendengar dan menyerap informasi (18,3 persen) serta mengatur organisasi (7,3 persen). Terdapat perbedaan antara faktor penting yang dinilai perlu dimiliki oleh seorang pemimpin dan menteri. Wibawa yang tinggi (kharisma) adalah faktor penting bagi seorang bupati, walikota, gubernur atau presiden (46,4 persen) sementara keahlian khusus seperti insinyur atau pengacara adalah faktor penting bagi seorang menteri (40,3 persen). "Setelah reformasi ada ketidakpercayaan antara masyarakat dengan elite politik dan di antara para elite politik sendiri. Figur kharismatik menjadi faktor signifikan untuk mengatasi konflik," papar Executive Director The Lead Institute Universitas Paramadina, Bima Arya Sugiarto. Sementara itu. untuk keahlian khusus yang dinilai masyarakat penting dimiliki seorang menteri disebut Qodari karena adanya kekecewaan terhadap figur menteri yang tidak berasal dari kalangan intelektual. "Kerinduan masyarakat terhadap intelektual ini bukan karena mereka yang terbaik tapi karena ada kekecewaan terhadap sumber daya yang lain seperti dari parpol (partai politik) atau ormas (organisasi masa)," paparnya. Namun, Bima Arya menyatakan bahwa penetrasi ormas masih sangat "dashyat" bagi masyarakat. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007