Jakarta (ANTARA News) - Perusahaan financial technology (fintech) dinilai bisa jadi harapan bagi para pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) dalam mengembangkan usahanya. Salah satunya terkait bagi pelaku UMKM untuk mengakses pembiayaan.
"Berdasarkan survei yang pernah dilakukan Otoritas Jasa Keuangan, baru 67,8 persen dari masyarakat Indonesia yang sudah menggunakan produk keuangan. Itu artinya masih ada 32,2 persen yang belum menggunakan produk keuangan," ujarnya.
Sertifikat PIRT
Sementara itu jumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang mengantongi sertifikat izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) hingga kini mencapai 887 pelaku usaha.
"Jumlah tersebut, dipastikan akan bertambah karena kesadaran pelaku usaha untuk mengurus PIRT semakin meningkat," kata Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Mustianik di Kudus, Rabu.
Apalagi, lanjut dia, saat ini masih banyak pelaku usaha di bidang makanan dan minuman yang belum mengantongi sertifikat PIRT.
Ia mengatakan, DKK terus mendorong para pelaku UMKM yang bergerak di bidang usaha pembuatan makanan maupun minuman untuk mengurus sertifikat PIRT sebagai jaminan produknya aman dikonsumsi.
Apalagi, lanjut dia, pengurusan sertifikat PIRT tersebut tidak dikenakan biaya atau gratis.
Dalam rangka membantu memudahkan mereka dalam mengurus PIRT, kata dia, DKK juga melakukan sosialisasi tentang tata cara pengurusan PIRT serta pelatihan tentang cara produksi pangan yang baik (CPPB) terlebih dahulu, sehingga nantinya bisa memenuhi persyaratan untuk mendapatkan sertifikat PIRT.
Kegiatan tersebut, kata dia, digelar hari ini (15/11) dan diikuti 34 pelaku usaha makanan dan minuman dari berbagai daerah di Kudus.
Kegiatan tersebut, lanjut dia, bertujuan untuk menghasilkan pangan yang bermutu, aman dikonsumsi, memberikan prinsip dasar produksi pangan yang baik, serta mengarahkan industri rumah tangga agar memenuhi berbagai syarat produksi yang baik.
Tujuan lainnya, yakni mendorong pelaku usaha untuk memiliki tempat produksi yang representatif dan bersih.
"Kami ingatkan mereka, lokasi produksinya juga harus jauh dari tempat pembuangan sampah untuk memberikan jaminan produk makanannya tidak terkontaminasi sesuatu yang berbahaya," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, karyawannya juga harus selalu menjaga kesehatan dan kebersihan serta saat bekerja harus memakai perlengkapan kerja.
Hal itu, lanjut dia, bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan aman dari berbagai pencemaran.
"Mereka juga mendapatkan penjelasan soal bahan bakunya, serta bahan tambahan makanan yang diperbolehkan," ujarnya.
DKK Kudus juga menyosialisasikan Undang-Undang Kesehatan nomor 23/1992 dan UU Pangan nomor 7/1996.
Pelaku usaha yang tidak mematuhi peraturan tersebut, bisa diancam pidana penjara dan atau denda sesuai kesalahannya.
Pelaku usaha yang mengurus PIRT juga akan diinspeksi secara mendadak ke tempat usahanya, guna memastikan mereka layak mendapatkan sertifikat tersebut.
Dalam peninjuan tersebut, akan dilihat bangunannya, bahan baku yang digunakan untuk membuat makanan atau minuman, tenaga kerjanya, alur produksinya, tingkat kebersihan tempat usaha serta pembuangan limbahnya.
Hal terpenting, kata Mustianik, bahan baku yang digunakan harus aman dan kebersihan tempat produksinya sebagai syarat utama menciptakan produk yang higienis.
Setelah mengantongi izin PIRT, DKK Kudus juga akan melakukan pengawasan dan pembinaan di tingkat produksi di perusahaan maupun di pasarannya.
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017