Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan kebijakan penyederhanaan golongan tarif listrik yang diwacanakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan membebani masyarakat sebagai konsumen.
"Perubahan daya yang signifikan akan mengakibatkan konsumen harus mengganti instalasi di dalam rumah yang berarti ada biaya yang harus ditanggung," kata Tulus melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis.
Menurut Tulus, bila masyarakat tidak mengganti instalasi listrik di rumahnya, maka bisa ada risiko berbahaya yang harus ditanggung. Belum lagi sertifikat laik operasi (SLO) yang harus dibayar konsumen sendiri.
"Biaya SLO untuk golongan 5.500 jauh lebih mahal," ujarnya.
Formula baru berupa pemakaian minimal juga akan menyebabkan beban konsumen meningkat, meskipun Kementerian ESDM dan PT PLN sudah menjamin tidak akan ada kenaikan tarif yang berarti harga listri setiap kilowatt per jam (kWh) tetap sama.
Formula pemakaian minimal tetap akan membuat tagihan listrik konsumen meningkat setelah ada kebijakan penyederhanaan tarif diberlakukan.
"Misalnya, contoh pemakaian minimal listrik berdaya 1.300 VA adalah 88 kWh yang harus dibayar Rp129.000. Bila harus naik menjadi 5.500 VA dengan pemakaian minimal 220 kWh, maka yang harus dibayar konsumen minimal Rp320.000," katanya.
Karena itu, Tulus menilai wajar bila wacana penyederhanaan sistem tarif listrik menjadi minimal 5.500 VA membuat masyarakat kebingungan dan marah karena mereka khawatir sistem baru tersebut akan membuat tagihan listrik melambung.
"Daripada menyederhanakan tarif listrik, sebaiknya pemerintah mempercepat rasio elektrifikasi ke seluruh pelosok daerah, terutama bagian Indonesia timur yang, saat ini masih rendah dan memperbaiki keandalan listrik di daerah yang masih sering padam," katanya.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017