Kecamatan Sungai Apit sebagai kawasan gambut memiliki air berwarna hitam kecoklatan, banyak sekali diantara masyarakat wilayah setempat yang masih menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari karena kesulitan memperoleh air bersih.
"Syarat air bersih adalah tidak berwarna, tidak berbau ataupun memiliki rasa, jadi air gambut itu tidak memenuhi syarat, karena warna dan rasanya payau (tidak enak)," ujar Desi di Siak, Rabu.
Apalagi jika kemarau datang, masyarakat akan kesulitan mendapatkan air bersih. Terkadang tidak jarang juga diantara mereka (warga) yang meminum air gambut secara langsung tanpa di masak.
Air gambut yang berwarna hitam kecoklatan itu mengandung senyawa organik trihalometan yang bersifat karsinogenik atau memicu kanker. Selain itu, air gambut mengandung logam besi dan mangan dengan kadar cukup tinggi. Konsumsi dalam jangka panjang bisa mengganggu kesehatan.
Apalagi kondisi air gambut di wilayah setempat saat ini sudah tercemar, baik dari usaha perkebunan perusahaan maupun masyarakat sendiri.
Alasan itulah yang membuat Desi untuk tergerak hatinya mencoba menciptakan inovasi dalam penjernihan air secara sederhana yang disebutnya "Water Peat Purification Siak" atau WPPS. Dengan peralatan yang terbilang murah senilai Rp200 ribu, ia pun memulainya pada tahun 2016 silam.
Dia katakan, dalam menciptakan penyaringan air bersih itu ia mencoba mengkombinasikan teori kimiawi dengan teori alir rambat sebagai filtrasinya dengan cara pengendapan.
Jika telah terjadi pengendapan asam humat gambut ke bawah (dalam sebuah wadah besar atau ember), yang kemudian dialirkan ke dalam pipa filtrasi berisikan pasir dan karbon aktif (arang). Selanjutnya air bersih dapat dipergunakan.
Percobaannya itu mengantarkan ia sebagai Tenaga Kesehatan Teladan Kategori Paramedis tingkat Provinsi Riau pada tahun 2016, serta mewakili Riau dalam pemilihan perawat teladan tingkat nasional.
Pewarta: Fazar Muhardi
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017