Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, menegaskan bahwa tujuan dilakukannya pemilu serentak adalah untuk memperkuat sistem presidensial.
"Sesuai dengan pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013, maka dapat diketahui bahwa tujuan dilakukan pemilu legislatif serentak dengan pemilu presiden dan wakil presiden adalah untuk memperkuat sistem presidensial," kata Arsul di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa.
Arsul mengatakan hal tersebut mewakili Tim Kuasa Hukum DPR RI untuk memberikan keterangan DPR, dalam sidang uji materi Pasal 222 UU Pemilu tentang ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
Untuk memperkuat sistem presidensial, maka aturan yang kemudian meniadakan ambang batas serta meniadakan koalisi, dinilai DPR tidak sejalan dengan tujuan untuk memperkuat sistem presidensial tersebut.
Arsul kemudian mengatakan bahwa DPR RI memandang perlu untuk membandingkan ketentuan a quo dengan pengaturan dalam UU Pilkada.
Menurutnya, kebutuhan ambang batas dalam pengaturan pencalonan di UU Pilkada menjadi penting karena terkait dengan legitimasi calon terpilih.
Uji materi ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ini diajukan oleh Habiburokhman, Partai Idaman, Effendi Gazali, Partai Bulan Bintang, Hadar Nafis Gumay, Perludem, Yuda Kusumaningsih, dan Mas Soeroso.
Seluruh Pemohon dalam dalilnya menyebutkan bahwa Pasal 222 UU Pemilu sudah tidak relevan untuk diterapkan dalam Pemilu 2019, karena Pemilu 2019 akan dilaksanakan secara serentak.
Sementara pada Pemilu 2014, Pemilu Legislatif dilaksanakan sebelum Pemilu Presiden, sehingga ketentuan ambang batas masih masuk akal bila digunakan pada saat itu.
Para Pemohon dalam dalilnya menyebutkan, akibat dari berlakunya ketentuan a quo, maka calon yang berhak untuk masuk ke dalam bursa pencalonan presiden 2019 adalah calon yang sama dalam bursa pencalonan presiden 2014.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017