Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan dua tersangka korupsi suap terkait dengan persetujuan penetapan peraturan daerah tentang penambahan penyertaan modal kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih Kota Banjarmasin Tahun 2017.
"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari ke depan dari 14 November 2017 sampai 13 Desember 2017 untuk Ketua DPRD Kota Banjarmasin Iwan Rusmali dan Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin Andi Effendi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah melimpahkan proses penyidikan ke tahap penuntutan terhadap dua tersangka lainnya, yaitu Direktur Utama PDAM Kota Banjarmasin Muslih dan Manajer Keuangan PDAM Kota Banjarmasin Trensis pada Kamis (9/11).
Untuk kebutuhan persidangan, kedua tahanan itu sejak Kamis (9/11) dititipkan penahanannya di Lapas Klas 3 Banjarbaru Banjarmasin untuk menunggu jadwal sidang yang direncanakan digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Hingga Kamis (9/11), KPK total telah memeriksa 49 saksi terkait kasus tersebut.
Unsur saksi itu antara lain Wakil Wali Kota Banjarmasin, Sekda Banjarmasin, anggota DPRD Banjarmasin, Direktur Utama, Direktur Operasional dan pegawai PT Chindra Santi Pratama, staf PT Adhi Karya (Persero) Divisi Regional Balikpapan, PNS atau Kabid Anggaran Badan Keuangan Daerah Pemkot Banjarmasin, pegawai dan pejabat PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin, dan Kepala Badan Keuangan Daerah Kota Banjarmasin.
KPK telah menetapkan empat tersangka terkait kasus itu, yakni Dirut PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasih Muslih, Manajer Keuangan PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin Trensis, Ketua DPRD Kota Banjarmasin Iwan Rusmali, dan Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin Andi Effendi.
Kedua tersangka Muslih dan Trensis diduga bersama-sama menerima fee dari pihak rekanan yang kemudian diberikan kepada anggota DPRD Kota Banjarmasin untuk memuluskan persetujuan Raperda Penyertaan Modal Pemkot Banjarmasin kepada PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin sebesar Rp50,5 miliar.
Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus itu di Banjarmasin pada Kamis (14/9), KPK mengamankan uang tunai senilai Rp48 juta.
Uang tersebut diduga bagian dari uang Rp150 juta yang diterima Dirut PDAM dari pihak rekanan yang telah dibagi-bagikan kepada anggota DPRD Kota Banjarmasin untuk memuluskan persetujuan Raperda Penyertaan Modal Pemkot Banjarmasin kepada PDAM.
KPK menduga ada penerimaan-penerimaan lain terkait pembahasan Raperda tersebut untuk perusahaan-perusahaan daerah lainnya.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Muslih dan Trensis disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, Iwan Rusmali dan Andi Effendi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017