Jakarta (ANTARA News) - Membaca puisi yang ditulis sendiri bukan hal istimewa buat Putu Wijaya, namun jika puisi yang dibacakan adalah karya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sastrawan itu "terpaksa" harus memeras otak. "Saya akan coba bawakan puisi ini dalam interpretasi saya sendiri, semoga semuanya berkenan," ujar sastrawan asal Bali ini, dalam "Parade Puisi Kebangsaan, Meniti Jejak Republik", di Jakarta, Kamis malam. Putu membacakan puisi berjudul "Jagadmu yang Kembar" yang ditulis Presiden Yudhoyono di Yogyakarta, 16 Februari 2004. Kepala Negara yang turut menyaksikan Putu membacakan karyanya, tampak tersenyum dan manggut-manggut. Puisi dua bait itu mengisahkan dua hal yang bertolak belakang antara senang dan sedih, kemiskinan dan kesuksesan, serta pentingnya sebuah perjuangan untuk mencapai kesuksesan. "Saya memilih puisi itu beberapa saat sebelum tampil karena buku kumpulan puisi SBY baru dibagikan sebelum acara dimulai," ujar Putu, yang juga pimpinan Teater Mandiri ini. Bagi Putu, sebenarnya ada beberapa puisi lain karya SBY yang menarik, yakni berjudul "Jakarta" dan "Shinta, Kau Bukan Dirimu" yang mengisahkan tentang seorang reformis pemberani. "Tapi akhirnya saya pilih 'Jagadmu yang Kembar' karena saya merasa bisa masuk ke dalamnya dan merasa cocok sejak pertama membacanya," ujar Putu yang tak pernah lepas dari topi pet putih setiap kali tampil di atas panggung. Tampil di depan SBY bagi Putu bukan hal baru, sebelumnya pada 2006 ia juga membacakan puisi di depan Presiden ketika menjadi juri lomba menulis puisi tingkat nasional di Jakarta. "Saya tidak terlalu membedakan penonton apakah dia pejabat, presiden atau penikmat seni, begitu saya di panggung semua saya anggap sama, yakni penonton," demikian Putu. (*)
Copyright © ANTARA 2007