Kuala Lumpur (ANTARA News) - Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, Kamis, memperingatkan bahwa hukuman mati menunggu siapa saja yang melakukan perdagangan manusia, sementara seorang menteri senior mengecam laporan AS yang menyebut Malaysia bersikap toleran terhadap kejahatan tersebut. Abdullah mengatakan, pemerintah telah menyusun suatu rancangan undang-undang (RUU) yang akan mengenakan "hukuman berat" bagi para pelaku, dan menambahkan kemungkinan RUU itu akan dibahas dalam sidang parlemen mendatang. "Perdagangan manusia merupakan kejahatan yang harus dihentikan," kata Abdullah seperti dikutip kantor berita Malaysia, Bernama. Pada Selasa, AS menerbitkan suatu laporan yang menuduh Malaysia dan 15 negara lainnya tidak mengambil langkah-langkah secukupnya untuk menghentikan prostitusi secara paksa dan bentuk-bentuk perbudakan buruh lainnya. Ke 16 negara itu dapat menghadapi sanksi-sanksi tertentu atau penangguhan bantuan AS. Laporan itu juga menyebutkan, pemerintah Malaysia kurang memiliki kemauan politik yang kuat untuk melakukan upaya menghentikan buruh paksa dan masalah perdagangan manusia. Menteri Luar Negeri Malaysia Syed Hamid Albar, Rabu, mengecam laporan AS tersebut, dan mangatakan kepada suratkabar Daily Star, "Saya tidak mengetahui bagaimana mereka dapat menyimpulkan laporan tersebut. Kami tidak dapat bereaksi terhadap sesuatu yang tidak kita lakukan. Sayang sekali mereka menjatuhkan hukum pada kami." Syed Hamid juga mempertanyakan metode yang digunakan AS dalam menyusun laporan tersebut. "Tak satupun negara yang dapat bertindak sebagai penyelidik, penuntut, dan menghakimi terhadap negara lain," katanya. Abdullah, yang juga menjabat menteri keamanan dalam negeri, menolak mengomentari laporan tersebut. "Saya tidak berkeinginan membuat komentar apapun," katanya kepada wartawan, dan menambahkan, "Saya hanya bisa katakan bahwa kami telah mengirim suatu RUU ke parlemen," demikian DPA.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007