"Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai topografi yang ideal untuk mengembangkan energi dari arus laut. Selat antara dua pulau menghasilkan potensi energi yang cukup besar," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Pada 9 November 2017, delegasi Indonesia dipimpin Rida Mulyana mengunjungi perusahaan pengembang energi arus laut, Naval Energies, di Cherbourg, Perancis.
Energi arus laut yang dikembangkan Naval Energies memiliki teknologi turbin sederhana, yaitu hanya memiliki satu bagian yang bergerak menggunakan air laut sebagai pelumas.
Dengan teknologi itu, biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah jika dibandingkan menggunakan teknologi propeler.
Teknologi open hydro open centre turbine yang memiliki diameter 16 meter dan kecepatan arus 2-5 meter per detik itu dapat menghasilkan listrik sebesar dua MW.
Dalam pengembangannya, turbin dapat dirangkai secara paralel untuk mendapatkan kapasitas yang lebih optimal.
Rida juga mengatakan pemerintah fokus mengembangkan EBT termasuk arus laut dengan tarif listrik yang terjangkau masyarakat.
"Seiring berkembangnya teknologi, efisiensi untuk menghasilkan tenaga listrik yang bersumber dari EBT adalah sebuah keniscayaan," ujarnya.
PT Arus Indonesia Raya (AIR), perusahaan yang memiliki kerja sama dengan Naval Energies dalam mengembangkan industri turbin arus laut, telah melakukan studi di beberapa lokasi Indonesia.
Terdapat beberapa wilayah yang cocok apabila di kembangkan pembangkit listrik tenaga arus laut (PLTAL).
Dari hasil studi yang dilakukan di 10 titik lokasi, diperoleh potensi listrik yang dapat dihasilkan dari arus laut Indonesia mencapai hampir 1,4 GW.
Rida menyambut baik rencana Naval Energies dan AIR untuk mengembangkan industri energi arus laut di Indonesia, dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku di Indonesia.
"Teknologi ini dapat menjadi salah satu pilihan dalam pengembangan energi arus laut di Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyampaikan saat ini telah ada investor dari Belanda yang akan membangun PLTAL berkapasitas 20 MW di Selat Larantuka, Nusa Tenggara Timur, dengan harga 7,18 sen dolar AS per kWh.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017