Jakarta (ANTARA News) - Fraksi-fraksi di DPR RI sepakat penjadwalan ulang undangan kepada Presiden ditunda hingga setelah ada pertemuan antara pimpinan DPR dan Presiden terlebih dahulu. "Keputusannya menunggu pertemuan tersebut," kata Ketua Fraksi PAN Zulkifli Hasan kepada pers seusai Rapat Bamus DPR RI di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis. Menurut Zulkifli yang juga Sekjen DPP PAN, pertemuan Presiden dan pimpinan DPR sangat penting untuk mengkondisikan rapat paripurna berjalan lancar, tidak kisruh seperti sebelumnya. "Pertemuan ini untuk menghindari paripurna tidak chaos (kisruh) seperti kemarin," katanya. Dalam rapat Bamus, Wakil Ketua DPR Zaenal Maarif menjelaskan, pihaknya telah mengemukakan usulan agar Presiden memberi alasan pasti jika tidak menghadiri interpelasi Iran. Terkait usulan agar Wapres Jusuf Kalla mewakili Presiden dalam menjawab interpelasi Iran, manurut Zaenal, usul itu ditolak karena yang harus hadir adalah Presiden atau diwakili para menterinya. Penggagas interpelasi Iran dari Fraksi Partai Golkar Yuddy Chrisnandi menyatakan, pihaknya sudah meminta baik-baik agar Presiden hadir, tapi sampai saat ini belum ada kesediaan. "Saya kira sudah jelas delapan menteri ditolak. Presiden tidak mau, kita minta Wapres saja yang mewakili karena mereka ada dalam satu paket lembaga kepresidenan. Dulu mereka juga satu paket saat dipilih rakyat," katanya. Yuddy berharap Presiden menjelaskan alasan mengenai ketidakhadirannya di DPR. Alasan itu yang akan menjadi landasan kuat bagi DPR untuk menerima ketidakhadiran Presiden. Dalam melakukan kewajibannya, kata Yuddy, sesuai Pasal 4 UUD 1945, Presiden dibantu oleh Wakil Presiden. "Kita tetap minta Presiden yang hadir, kalau tidak, harus ada alasan yang jelas, sakit atau alasan apa. Karena DPR tidak akan menerima kalau masih diwakilkan menteri," katanya. Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum mengatakan Presiden tetap pada pendirian semula tidak akan menghadiri sidang paripurna DPR untuk interpelasi. Presiden berpegang pada Tata Tertib DPR yang tidak mengharuskan datang sendiri untuk menjelaskan kebijakannya mendukung resolusi DK PBB No 1747. "Dalam Tata Tertib DPR sudah sangat terang dan jelas, bahwa Presiden boleh diwakilkan oleh para menteri. Itulah yang saya katakan bahwa Presiden SBY mengunakan pendekatan substantif. Presiden mengutamakan penjelasannya, bukan kehadirannya," kata Anas. Untuk itu, Anas juga membantah kalau ketidakhadiran Presiden di sidang interpelasi itu karena kekhawatiran dirinya diinterupsi atau dipermalukan DPR. "Presiden hanya ingin patuh pada konstitusi, bukan untuk menghindari hal-hal yang tidak substansial," kata Anas. Terkait hak interpelasi luapan lumpur PT Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo (Jawa Timur) Anas Urbaningrum meminta DPR untuk tidak melanjutkan penggalangan dukungan untuk menggunakan hak interpelasi kasus lumpur Lapindo. Penggunaan hak interpelasi tidak dapat menyelesaikan persoalan rakyat Sidoarjo yang rumahnya terbenam lumpur Lapindo. "Saya kira, sebaiknya DPR lebih berpikir untuk memprioritaskan masalah teknis penangnan lumpur Lapindo, ketimbang mengangkat persoalan ini ke wilayah politik," kata Anas Urbaningrum. Menurut Anas, dengan menggunakan hak interpelasi, DPR tidak akan mampu menyelesaikan persoalan krusial yang dihadapi rakyat. Tapi, kalau anggota DPR memang ingin membantu rakyat Sidoarjo, bisa menggunakan berbagai cara, misalnya mendorong penyelesaian dari sisi teknis penanganan lumpur itu sendiri, katanya. "Dengan menggunakan interpelasi DPR malah akan jauh dari rakyat. Karena itu menurut saya, interpelasi Lapindo manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat yang saat ini menderita akibat lumpur," kata Anas.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007