"Studi banding ke Amerika Serikat bisa menjadi refrensi jika Indonesia mempertimbangkan untuk membangun PLTN sebagai alternatif persiapan pengganti energi batubara, minyak dan gas segera habis paling lama 2035," kata Ketua Pokja Energi dan Sumber Daya Mineral KEIN, Zulnahar Usman dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu.
Pada Jumat, 3 November 2017, Delegasi KEIN Pokja Energi dan Sumber Daya Mineral, dipimpin Zulnahar Usman melakukan kunjungan kerja ke laboratorium nuklir pertama dan terbesar di Amerika Serikat, Argonne National Laboratory.
Dalam kunjungan itu, delegasi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) diterima langsung oleh Dr Jordi Roglans-Ribas kepala divisi Nuclear Engineering Argonne National Laboratory dan beberapa personel inti divisi Nuclear Engineering lainnya.
"Kunjungan itu untuk memenuhi undangan dari salah satu pusat penelitian nuklir sekaligus studi tentang thorium, teknologi nuklir generasi maju, sebagai persiapan menghadapi bila mana Pemerintah memutuskan untuk memanfaatkan tenaga nuklir sebagai bauran energi," ujar Zulnahar.
Agenda utama KEIN adalah untuk mengetahui dan mempelajari pembangkit tenaga nuklir dengan jenis Molten Salt Reactor (MSR) yang kini sedang dipertimbangkan oleh Pemerintah sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Pertama yang diharapkan dapat beroperasi sebelum 2025.
KEIN juga sempat meninjau PLTN Braidwood jenis konvensional dengan tipe Pressurized Water Reactor yang sudah berumur lebih dari 30 tahun dan masih beroperasi dengan baik tanpa ada masalah. Bahkan menurut statistik PLTN ini adalah pembangkit listrik yamg memiliki tingkat keselamatan tertinggi.
Menurut beberapa laporan, jenis reaktor PLTN yang secara ekonomis dapat bersaing dengan PLT Batubara adalah PLTN dengan jenis Molten Salt Reactor yang secara popular di Indonesia dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT).
PLTT Molten Salt Reactor secara ekonomis dapat bersaing dengan harga BPP batubara dapat menjadi terobosan untuk mendapatkan listrik murah dan handal yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan ketersediaan energi bagi industri agar lebih berdaya saing.
Sementara itu, Program Manager simulasi MSR, Dr Tanju Sofu mengatakan design Thorcon memiliki beberapa keunggulan antara lain, tingkat ke-ekonomisan yang tinggi di banding design MSR lainnya yang diyakini dapat dibangun dan diimplementasikan segera pada saat ini.
"PLTN Thorcon dinilai cocok bagi negara berkembang seperti Indonesia yang belum pernah memiliki pengalaman mengoperasikan PLTN secara komersial sebelumnya," ujarnya.
Delegasi KEIN selama satu hari penuh melihat berbagai fasilitas penelitian di Argonne National Laboratory yang memiliki 3500 karyawan terkait dengan berbagai aspek desain, pengoperasian dan simulasi reaktor MSR di Argonnne.
Pada kesempatan itu, Zulnahar Usman mengusulkan kerja sama antara Argonne National Laboratory dengan Indonesia dalam proses persiapan percepatan pembangunan PLTN pertama Indonesia.
Hal itu disambut baik Dr Jordi, yang berharap dalam waktu dekat dapat melakukan kunjungan ke Indonesia dan diteruskan dengan program kerja sama yang dapat dimulai pada tahun 2018 dalam beberapa sektor antara lain, pelatihan dalam teknologi reaktor generasi maju bagi mahasiswa dan insinyur-insinyur muda Indonesia.
"Pemerintah Indonesia harus segera mengambil kebijakan yang progresif dalam hal ini untuk kepentingan masyarakat dan bangsa yang mana energi nuklir berbasis thorium dapat menjadi solusi dalam ketahanan energi bangsa Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai negara terdepan dalam teknologi nuklir generasi maju," ujarnya.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017