"Target optimis tersebut juga disertai dengan upaya agar harga jual listrik EBT menjadi lebih efisien, sehingga masyarakat dapat menikmati tarif listrik yang terjangkau dan besaran subsidi listrik tidak membengkak," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, sinyal positif pemenuhan target mulai terlihat sejak Mei 2017 saat pertama kali ditandatanganinya jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) EBT pascapenerbitan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2017.
Permen yang disempurnakan dengan Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tersebut mengatur harga listrik EBT menjadi lebih murah.
Sejak Permen ESDM 12/2017 terbit pada 27 Januari 2017, sebanyak 59 PPA EBT ditandatangani yaitu dua PPA pada 19 Mei 2017, 46 pada 2 Agustus 2017, dan 11 pada 8 September 2017 dengan total kapasitas 567 MW.
Lalu, pada 2 November 2017, PT PLN (Persero) akan menandatangani sembilan PPA EBT dengan kapasitas 640,65 MW.
"Ada sembilan IPP yang akan menandatangani PPA dengan PLN yaitu PLTP di Sumsel, PLTA di Sulteng, serta tujuh PLTM di Jabar, Jateng, Sumut, Gorontalo, dan NTB," kata Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy N Sommeng menambahkan total kapasitas sembilan pembangkit adalah 640,65 MW, yang terdiri atas PLTA Poso 515 MW, PLTP Rantau Dadap 86 MW, dan tujuh PLTM dengan total 39,65 MW.
Dengan tambahan sembilan kontrak tersebut, maka total PPA EBT ditandatangani pasca-Permen ESDM 12/2017 menjadi 68 PPA dengan total kapasitas 1.207 MW.
Dadan menambahkan sinyal positif pengembangan EBT juga terlihat dari rencana penyelesaian Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap 75 MW pada awal 2018.
Menteri ESDM Ignasius Jonan juga telah menegaskan dukungannya untuk tahap lanjutan PLTB Sidrab.
"Pihak pengembang akan melanjutkan untuk fase dua dari proyek ini, tambahannya sekitar 50 MW, selama tarif cocok, pasti jalan," kata Jonan.
Menanggapi pernyataan Jonan, pengembang PLTB Sidrap menyanggupi pengembangan fase dua dengan harga sesuai Permen ESDM 50/2017.
Harga PLTB untuk wilayah Sulawesi bagian selatan sebesar 7,63 sen dolar AS per kWh atau Rp1.016 per kWh.
Menurut Dadan, contoh EBT dengan harga efisien lainnya adalah pembangkit listrik tenaga arus laut di Selat Larantuka, NTT berkapasitas 20 MW yang telah sepakat dengan harga 7,18 sen dolar AS per kWh.
Selain itu, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang akan dikembangkan di lahan bekas tambang PT Bukit Asam (Persero) Tbk juga sepakat dengan harga lima sen dolar AS per kWh.
"Demkian halnya PLTS terapung di Cirata, Jabar, akan dibangun dengan kapasitas 2.000 MW dan PLTB Pulau Laut serta PLTB Janeponto juga akan dibangun dengan harga Permen ESDM 50/2017," ujarnya.
Dadan melanjutkan pada 2017, terdapat total tambahan PLTP sebesar 215 MW.
Tambahan tersebut, terdiri atas dua PLTP telah beroperasi yaitu PLTP Ulubelu unit 4 (55 MW) dan PLTP Sarulla Unit 2 (110 MW) serta rencana operasi akhir 2017 yaitu PLTP Karaha unit 1 (30 MW) dan PLTP Sorik Merapi (20 MW).
Sesuai Permen ESDM 50/2017, kebijakan harga listrik PLTP dan PLT Sampah menjadi lebih atraktif.
Harga jual kedua jenis EBT tersebut 100 persen BPP setempat pada wilayah yang BPP setempatnya lebih tinggi BPP nasional.
"Hal tersebut lebih tinggi dari jenis EBT lainnya yang harga jual EBT-nya 85 persen BPP setempat," jelas Dadan.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017