"Dari sekitar 600 lebih perusahaan yang terdaftar, tidak banyak (perusahaan di sektor ESDM) yang masuk bursa, kecuali yang sudah menjadi perusahaan Indonesia, seperti Adaro dan Indika. Yang mayoritas dikelola badan usaha asing, itu tidak melantai di sini," kata Jonan.
Lanjut Jonan, jika mereka melantai pada bursa saham Indonesia, maka transparansi perusahaan dapat meningkat seperti yang diharapkan pemerintah, kata dia, dalam keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Selasa.
"Kami akan minta bahwa di kemudian hari mereka harus punya program untuk melantai di Indonesia sehingga Bursa Efek Indonesia menjadi lebih menarik dan lebih besar," ujarnya.
Bahkan menurut Jonan, bila perusahaan sekelas PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) berminat untuk ikut melantai dalam BEI maka modal yang bisa dicapai akan sangat besar.
"Kalau melihat semua perusahaan listrik di dunia itu PER (price earning ratio) nya kira-kira 30 kali. Jadi kalau melantai mungkin bisa mencapai Rp500 triliun modal publik-nya, untuk PT PLN saja," kata Jonan.
Jonan menilai dengan nilai aset dan penjualan PT Pertamina yang cukup besar maka nilai modal publik PT Pertamina juga akan semakin membesar.
"Kami mendorong bahwa transparansi itu sangat penting sekali, sehingga diharapkan masalah pembayaran pajak, masalah akuntabilitas itu makin lama makin bisa baik," kata dia.
"Kami mendorong bahwa transparansi itu sangat penting sekali, sehingga diharapkan masalah pembayaran pajak, masalah akuntabilitas itu makin lama makin bisa baik," kata dia.
Pada sisi lain, keberadaan, tujuan pendirian, dan operasionalisasi BUMN terikat berbagai peraturan terkait, di antaranya UU Nomor 19/2003 tentang BUMN.
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017