Jakarta (ANTARA News) - Disetujuinya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) menjadi undang-undang dapat membelenggu kebebasan masyarakat, terutama Ormas, dalam menyampaikan pandangan dan sikapnya.
Pimpinan Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) MPR RI, Ali Taher Parasong, mengatakan hal itu pada diskusi "Kebebasan Berkumpul dan Berserikat dalam Demokrasi Pancasila" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Menurut Ali Taher, setelah era reformasi dan penegakan demokrasi, masyarakat maupun Ormas memiliki kekebasan berekspresi yakni menyampaikan pandangan dan sikapnya yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Saya kira, pada era demokrasi saat ini, tidak boleh lagi ada pembelengguan dalam menyampaikan pandangan dan sikap," katanya.
Ketua Komisi VIII DPR RI ini menilai Pemerintah menerbitkan Perppu Ormas bukan didasarkan atas pertimbangan kegentingan yang memaksa, tapi karena adanya kekhawatiran terhadap kekuatan masyarakat yang sangat kuat.
Padahal, kata dia, berdasarkan amanah konstitusi, Presiden memiliki kewenangan menerbitkan Perppu jika ada kekosongan hukum atau adanya kegentingan yang memaksa.
"Saya melihat diterbitkannya Perppu Ormas, tidak ada kegentingan yang memaksa," katanya.
Ali Taher menambahkan, dengan pertimbangan tersebut, Fraksi PAN termasuk dalam tiga fraksi yang menolak Perppu Ormas disetujui menjadi undang-undang.
Menurut dia, jika Pemerintah ingin membuat aturan baru tentang Ormas, lebih baik merevisi UU No 17 tahun 2013 tentang Ormas.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017