"UU Ormas yang baru disetujui berisi tiga hal penting jika dibandingkan dengan UU Ormas yang lama," kata Refly Harun pada diskusi "Kebebasan Berkumpul dan Berserikat dalam Demokrasi Pancasila" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Menurut Refly, tiga hal penting dalam UU Ormas yang baru disetujui, pertama, adalah pengaturan yang menghilangkan proses hukum, dalam hal pembubaran Ormas.
Pada UU Ormas yang baru disetujui, kata dia, sebuah Ormas dapat dibubarkan tanpa melalui proses hukum di pengadilan.
Kedua, UU Ormas ini memberikan pandangan definisi mengenai namanya bertentangan dengan Pancasila, jadi bukan hanya ideologi marxisme, leninisme, komunisme, dan atheisme, tapi juga paham-paham lain yang bermaksu mengubah Pancasila dan UUD NRI 1945.
"Dalam sebuah diskusi saya pernah bercanda, DPD RI kalau bentuknya Ormas juga dapat dibubarkan, karena DPD RI ingin mengubah UUD NRI 1945 melalui amandemen," katanya.
Ketiga, UU Ormas yang baru disetujui memberikan hukuman yang berat dan cenderng tidak rasional terhadap mereka Ormas yang dinilai melakukan pelanggaran.
Sanksi hukumannya, kata dia, mulai dari lima tahun sampai 20 tahun, dan bahkan ada yang sampai seumur hidup.
"Sanksi hukum ini terlalu berat dan irasional," katanya.
Refli menambahkan, sanksi hukum yang sangat berat untuk larangan tertentu saja, seperti menyebarkan ajaran atheisme.
Menurut Refly, meskipun sanksi hukumnya dinilai sangat berat dan tidak rasional, tapi sebagai aturan yang telah disetujui menjadi undang-undang maka harus dihormati, dan harus diundangkan.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017