Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto terus berupaya menjaga sektor industri menjadi kontributor terbesar bagi perekonomian nasional melalui sumbangan dari pajak, cukai, dan ekspor.


“Industri juga menjadi penggerak utama untuk penyerapan tenaga kerja. Oleh karenanya, optimalisasi akses pasar menjadi penting,” kata Airlangga di Jakarta, Senin.


Industri pengolahan nonmigas tumbuh 5,49 persen dengan memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada triwulan III tahun 2017 dengan mencapai 17,76 persen.


Kontribusi ini lebih tinggi dibanding sektor lainnya, seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menyumbangkan sekitar 13,96 persen, perdagangan 12,98 persen, serta konstruksi 10,26 persen.

“Ini menjadi momentum yang baik pula, pertumbuhan industri kembali di atas pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2017, yang menandakan para pelaku industri sudah terbangun optimismenya dalam membangun pabrik di Indonesia,” kata Airlangga.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada triwulan III/2017 sebesar 5,49 persen atau naik dibandingkan periode triwulan I/2017 yang mencapai 4,76 persen dan triwulan II/2017 sekitar 3,89 persen.


Capaian industri pengolahan nonmigas pada triwulan III/2017 ini juga di atas dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06 persen.

Cabang industri pengolahan non-migas yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan III/2017 dicapai oleh industri logam dasar sebesar 10,60 persen, industri makanan dan minuman 9,46 persen, industri mesin dan perlengkapan 6,35 persen, serta industri alat angkutan 5,63 persen.

“Kinerja gemilang di industri logam karena adanya kebijakan hilirisasi yang dicanangkan oleh Presiden,” ujarnya.


Menurut Airlangga, sektor industri baja sedang fokus mengembangkan klaster untuk memproduksi 10 juta ton per tahun, industri berbasis nikel yang akan menghasilkan empat juta ton stainless steel dan pembangunan pabrik baja karbon dengan kapasitas 3,5 juta ton per tahun.

Kementerian Perindustrian terus memacu program hilirisasi industri berbasis sektor agro dan tambang mineral.


“Upaya ini terbukti membawa peningkatan pada nilai tambah produk, investasi, serapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa. Kami juga memacu industri otomotif. Sektor ini sekarang tidak hanya sebagai basis produksi di dalam negeri, tetapi basis ekspor untuk negara lain,” imbuhnya.

Sementara itu, kontribusi terbesar pada pembentukan PDB sektor industri pengolahan nonmigas, diberikan oleh cabang industri makanan dan minuman sebesar 34,95 persen, diikuti industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik 10,46 persen, serta industri alat angkutan 10,11 persen.


Dengan peningkatan peringkat kemudahan berusaha Indonesia, yang dirilis oleh Bank Dunia terkait Ease of Doing Business (EoDB) 2018, Menperin menyatakan perlunya terobosan dalam perdagangan antarnegara.


“Peluang ini yang perlu kita tingkatkan lagi, misalnya melalui percepatan negosiasi-negosiasi free trade agreement dengan Eropa, Amerika Serikat, dan Australia,” ungkapnya.

Berdasarkan data yang dirilis United Nations Statistics Division pada tahun 2016, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dari 15 negara yang industri manufakturnya memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari 10 persen.


Sektor industri Indonesia mampu menyumbang PDB hingga mencapai 22 persen. Angka tersebut terbesar setelah Korea Selatan (29 persen), Tiongkok (27 persen), dan Jerman (23 persen).

“Paradigma industri manufaktur global saat ini memandang proses produksi sebagai satu kesatuan antara proses praproduksi, produksi dan pascaproduksi. Oleh karena itu, kita sudah tidak bisa lagi melihat produksi hanya di pabrik saja,” paparnya.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017