Kalau tidak ada aset, modal akta notaris saja, kok berani ikut lelang KTP-E?"
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Ketua DPR Setya Novanto bernama Kartika Wulansari pernah membantu pekerjaan PT Murakabi Sejahtera, salah satu perusahaan peserta tender proyek KTP-E

"Apakah kenal Kartika Wulansari?" tanya Jaksa Penuntut Umum KPK Abdul Basir di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

"Kenal, itu sekretaris Pak Novanto, bukan pegawai Murakabi," jawab mantan direktur utama PT Mondialindo Graha Perdana dan PT Murakabi Sejahtera, Deniarto Suhartono.

Deniarto menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong yang didakwa mendapatkan keuntungan 1,499 juta dolar AS dan Rp1 miliar dalam proyek pengadaan KTP-Elektronik (KTP-E) yang seluruhnya merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun.

"Waktu itu sempat saya minta tolong (di PT Murakabi) untuk proyek pengadaan SIM," ungkap Deniarto. Pengadaan SIM yang dilakukan oleh PT Murakabi menurut Deniarto dilakukan pada 2007.

"Jadi Kartika Wulansari itu pegawai Murakabi bukan?" tanya jaksa Basir.

"Bukan," jawab Deniarto.

"Tapi sekretaris Pak Nov?" tanya jaksa Basir.

"Iya," jawab Basir.

Berdasarkan dokumen yang didapat KPK, sebesar 80 persen dari saham PT Mondialindo Graha Perdana pada 2008 dimiliki istri Setya Novanto yaitu Deisti Astriani Tagor dan Reza Herwindo. PT Mondialindo selanjutnya menjadi investor di PT Murakabi Sejahtera dengan Dwina Michaela (juga anak Setnov) sebagai komisarisnya. Namun saham itu lalu dijual ke Cyprus Antonia Tatali, yang juga dekat dengan Setnov.

"Tahu dari mana bahwa Cyprus Antonia Tatalis dekat dengan Novanto?" tanya jaksa Basir.

"Menurut cerita Cyprus bahwa dia dekat dengan pejabat-pejabat tapi saya tidak tahu ada perubahan (saham) ke Cyprus," jawab Deniarto.

"Kenapa saudara setiap Lebaran ke rumah Pak Setnov?" tanya jaksa Basir.

"Banyak pejabat-pejabat yang datang ke sana dan Pak Nov kan orang tua di atas kita jadi ke sana," jawab Deniarto.


14 Perusahaan

Deniarto juga diketahui sebagai dirut 14 perusahaan yang berlokasi di gedung Menara Imperium jalan HR Rasuna Said lantai 27. Deniarto bergabung dalam perusahaan-perusahaan itu karena diajak oleh seseorang bernama Heru Taher yang menurut Deniarto juga dekat dengan Setnov. Lantai tersebut diketahui atas nama Setnov mulai 1997-2014.

"Jadi perusahaan Mondialindo itu fiktif ya?" tanya hakim Emilia.

"Sebenarnya dananya itu punya Pak Heru, saham di akta notaris itu tidak ada kecuali saham yang saya bayar separuh, Rp125 juta, saya tidak tahu karena semuanya yang mengatur Heru Taher," jawab Deniarto. Heru Taher diketahui meninggal dunia pada 2012.

"Anda bisa terangkan modal dasar Rp15 miliar dalam akta saja, aset-lain Murakabi?" tanya hakim Emilia.

"Tidak tahu," jawab Deniarto.

"Kalau tidak ada aset, modal akta notaris saja, kok berani ikut lelang KTP-E?" tanya hakim Emilia.

"Sebetulnya saya tidak begitu setuju, saya ikut Heru Taher," jawab Deniart.

Deniarto pun membuat surat kuasa kepada Irvanto Hendro Cahyo, keponakan Setya Novanto, pada 28 Februari 2011 untuk menjadikan Irvanto sebagai penanggung jawab dari PT Murakabi dalam membuat tender KTP-E dengan menyebutkan nilai aset PT Murakabi adalah Rp27 miliar.

"Saya memberikan kuasa ke Irvanto tapi demi Allah saya tidak tahu soal KTP-E," ungkap Deniarto.

Dalam dakwaan disebutkan Andi Narogong memberikan uang melalui Direktur PIAK Kemendagri Sugiharto agar diberikan kepada pejabat di Kemendagri dan anggota DPR agar tiga konsorsium yang terkafiliasi dengan Andi yaitu PNRI, Astagraphia dan Murakabi Sejahtera dimenangkan dalam tender KTP-E.

Konsorsium Murakabi Sejahtera terdiri atas PT Murakabi, PT Aria Multi Graphia, PT Stacopa dan PT Sisindocom

Selain itu disebutkan juga direktur utama PT Avidisc Crestec Interindo, Wirawan Tanzil selaku agent dari cogent diajak Andi Narogong untuk bergabung dalam konsorsium Murakabi tapi WIrawan memutuskan untuk mengundurkan diri karena menemui situasi yang berisiko tinggi dalam pelaksanaan proyek KTP-E dan mengingat PT Murakabi Sejahtera ada hubungannya dengan Setnov.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017