Bonn, Jerman (ANTARA News) - Dihadapkan dengan serangkaian laporan suram mengenai laju pemanasan global, para perunding iklim yang bertemu di Bonn pada Senin mencari tahu sejauh mana kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mempersulit pekerjaan mereka.
Lima bulan setelah Trump mengatakan akan membawa Amerika Serikat mundur dari Kesepakatan Paris yang ditandatangani 195 negara, para diplomat dan pemimpin negara yang menerapkan kesepakatan tersebut menunjukkan penentangan dan keprihatinan.
"Kita harus mempertahankan konsensus global untuk melakukan tindakan menentukan yang tercantum dalam Kesepakatan Paris," kata Perdana Menteri Fiji Frank Bainimarama, yang akan memimpin Konferensi Tingkat Tinggi 12 hari itu, dalam sebuah pernyataan.
"Penderitaan manusia yang disebabkan oleh badai, kebakaran hutan, kekeringan, banjir dan ancaman terhadap keamanan pangan akibat perubahan iklim berarti sudah tidak boleh lagi buang-buang waktu," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Para pemimpin dari sejumlah negara diperkirakan ambil bagian dalam pembicaraan selama 12 hari yang berlangsung sampai 17 November, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel.
Ditandatangani tahun 2015, Kesepakatan Paris menyerukan pembatasan pemanasan global "di bawah" dua derajat Celcius, dan 1,5 Celcius bila memungkinkan.
Sejauh ini, suhu rata-rata bumi naik satu Celcius dibandingkan tingkat pada masa pra-industri -- dan sudah cukup menimbulkan musibah di banyak bagian dunia.
"Kita punya sisa waktu kurang dari tiga tahun untuk membelokkan lintasan emisi gas rumah kaca ke bawah guna menghindari dampak paling buruk dan malapetaka akibat perubahan iklim," kata Paula Caballero, direktur global di World Resources Institute yang berbasis di Washington.
Tugas yang mengecilkan hati itu menjadi makin sulit dilakukan setelah penarikan diri Amerika Serikat menurut para diplomat dan ahli, antara lain karena penarikan diri negara itu berdampak pada pendanaan 2,5 miliar dolar AS yang dijanjikan Barack Obama namun diingkari oleh penerusnya.
Laurence Tubiana, presiden European Climate Foundation dan duta iklim Prancis 2015 yang merupakan salah satu arsitek Kesepakatan Paris, mengatakan pertemuan Bonn mestinya menjadi pertemuan paling teknis untuk melengkapi aturan standar rumit dalam penerapan kesepakatan itu.
Ini mencakup jaminan transparansi dan kepatuhan, pelaporan emisi, prosedur penyebaran dana iklim dan setengah lusin area kunci lainnya.
"Namun dengan keputusan AS, itu justru menjadi 'momen politik' penting," kata Tubiana kepada AFP.
Ujian yang sesungguhnya akan datang tahun depan, ketika negara-negara berada di bawah tekanan untuk memulai peningkatan pemangkasan emisi karbon guna menjaga kenaikan suhu di bawah batas dua derajat Celcius.
Amerika Serikat menyatakan akan berpartisipasi dalam pertemuan ke-23 Konferensi Para Pihak dalam pertemuan iklim Bonn menurut surel Departemen Luar Negeri AS kepada AFP.
Pada saat yang sama, "posisi pemerintah mengenai Kesepakatan Paris masih tidak berubah" menurut surel itu.
"Amerika Serikat berniat menarik ... sesegera mungkin setelah memenuhi syarat untuk melakukannya, kecuali Presiden bisa mengidentifikasi syarat-syarat yang lebih menguntungkan bagi bisnis, pekerja dan pembayar pajak Amerika." (hs)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017