New York (ANTARA News) - Perserikatan Bangsa-Bangsa, baik Sekretaris Jenderal Ban Ki-Moon maupun Dewan Keamanan beranggotakan 15 negara, termasuk Indonesia, pada Rabu mengutuk aksi pemboman terhadap tempat keramat Masjid Emas di kota Samarra, Irak, Rabu, yang disebut PBB sebagai aksi provokasi untuk memecah belah kesatuan Irak. Sementara itu, Indonesia dalam sidang Dewan Keamanan PBB mengimbau diterapkannya `soft power` (pendekatan lunak) dalam upaya menghentikan berbagai kekerasan yang terjadi di Irak. "Sekretaris Jenderal (Ban Ki-moon) menyatakan sangat terkejut atas terjadinya serangan yang menghancurkan terhadap mesjid tempat keramat Imam Ali al-Hadi dan Imam Hassan al-Askary di Samarra, yang juga mengalami serangan yang sama pada tahun 2006," kata juru bicara Sekjen PBB, Michele Montas, kepada para wartawan di Markas Besar PBB, New York. Sekjen, ujar Montas, menyambut baik upaya-upaya yang dilakukan para pemimpin politik dan agama di Irak untuk menenangkan situasi dan memajukan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta perlindungan terhadap tempat-tempat suci agama. "PBB akan terus melakukan apapun yang memungkinkan untuk membantu rakyat Irak memajukan dialog di antara masyarakat dan rekonsiliasi nasional," kata Montas mengutip Ban. Masjid Emas di Samarra adalah salah satu dari empat besar masjid suci Syiah di Irak. Masjid Emas merupakan makam Imam Ali Hadi yang wafat pada tahun 868 dan puteranya, imam ke-11 Hassan al-Askary, yang tutup usia tahun 874. Imam Ali Hadi dan Hassan al-Askary adalah dua di antara 12 imam utama Syiah. Duta Besar Belgia untuk PBB, Johan Verbeke, yang negaranya menjadi Presiden DK-PBB untuk bulan Juni, mengatakan semua anggota Dewan Keamanan mengutuk serangan tersebut dan meminta semua pihak di Irak untuk menahan diri dan tidak terpengaruh oleh aksi-aksi provokatif. Dewan Keamanan menekankan imbauan agar masyarakat internasional --terutama negara-negara di kawasan Timur Tengah-- untuk membantu Irak dalam mencapai perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan. "Mereka (para anggota DK-PBB, red) menyatakan dukungan kuat terhadap kemerdekaan, kedaulatan, kesatuan dan integritas wilayah Irak," kata Verbeke kepada wartawan. Indonesia prihatin Sementara itu, Deputi Wakil Tetap RI untuk PBB Duta Besar Hasan Kleib, dalam sidang Dewan Keamanan, Rabu di Markas Besar PBB, yang membahas situasi di Irak, menyatakan prihatin atas kekerasan politik dan kelompok aliran serta kejahatan yang terus menerus terjadi Irak. Kekejaman yang terjadi di Irak, kata Hasan, tidak dapat sepenuhnya ditangani dengan pendekatan keamanan karena aksi-aksi tersebut berakar pada masalah kompleks yang terus menjerat Irak. "Dalam pandangan kami, pendekatan 'soft power' yang memajukan semangat melibatkan semua pihak serta penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental harus terus diupayakan," ujarnya. Dalam kaitan tersebut, Indonesia mendukung upaya Pemerintah Irak melibatkan para pemimpin dari seluruh kepentingan politik dan agama untuk membangun kepercayaan melalui dialog dan rekonsiliasi nasional. Dalam sidang Dewan Keamanan yang dihadiri oleh 15 anggota Dewan Keamanan dan peserta tamu, yaitu Menteri Luar Negeri Irak, Hoshyar Zebari, Hasan juga menyampaikan bahwa sebagai komitmen mendukung kesatuan Irak, Indonesia pada 3-4 April 2007 telah menyelenggarakan Konferensi Internasional Para Pemimpin Islam bagi Rekonsiliasi di Irak. "Konferensi ini mengesahkan deklarasi yang ditujukan untuk menciptakan rekonsiliasi menyeluruh berdasarkan nilai-nilai perdamaian, keadilan dan persamaan, kebebasan, toleransi, keseimbangan, serta musyawarah," paparnya. Dubes Hasan menyatakan menyambut baik niat Sekretaris Jenderal PBB untuk meningkatkan peranan dan memperluas keberadaan PBB di Irak. Menurutnya, ada tiga jalan yang dapat dilakukan PBB untuk meningkatkan peranannya di Irak, yaitu menempatkan lebih banyak lembaga PBB secara fleksibel di Irak, memperkuat lembaga di Markas Besar PBB, serta pemberian dukungan lebih kuat dari PBB untuk Irak dalam berbagai proses internasional. (*)
Copyright © ANTARA 2007