Semarang (ANTARA News) - Sebanyak 60 profesor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang mementaskan pergelaran wayang orang memperingati dies natalisnya yang ke-60 bekerja sama dengan Perkumpulan Wayang Orang (WO) Ngesti Pandowo Semarang.
Turut memeriahkan wayang orang yang berlangsung di Auditorium Imam Barjo Undip, Semarang, Jumat malam, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Prof M Nasir, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Sekda Jateng Sri Puryono.
Para profesor dan pejabat mendapatkan peran masing-masing pada pergelaran wayang orang bertajuk "Wayang Spektra 60 Guru Besar Undip" yang mengangkat lakon "Semar Mbangun Kahyangan" dengan sutradara Danang Respati dari Ngesti Pandowo Semarang.
Menristek Dikti Nasir sebagai Bathara Brama, Rektor Undip Prof Yos Johan Utama kebagian lakon sebagai Sang Hyang Guru, Gubernur Ganjar sebagai Sang Hyang Wenang, Sekda Jateng (Prabu Kresna), dan Semar diperankan Ketua Senat Undip Prof Sunarso.
Lakon yang diangkat itu menceritakan Semar yang tidak puas dengan kepemimpinan Sang Hyang Guru karena kebijakan-kebijakannya yang dipengaruhi sang istri, Bathar Durga sehingga Semar yang merupakan tokoh pamomong ingin membangun istana tandingan.
Dalam perjalanan cerita, Sang Hyang Guru yang tidak bijaksana dalam memimpin akhirnya ditegur oleh Bathara Brama yang diperankan secara apik oleh para akademisi dan birokrasi itu, dibumbui dengan adegan dan dialog lucu, serta pementasan tari.
Rektor Undip Prof Yos Johan Utama menjelaskan pergelaran wayang orang itu melibatkan 60 guru besar Undip dari berbagai fakultas dan program studi di universitas itu sejalan dengan peringatan Dies Natalis Undip yang tahun ini yang ke-60.
"Semar adalah tauladan, semacam kaca benggala bagi semua civitas akademika. Meski berperawakan pendek, bongkok, tetapi penuh kemuliaan hati," kata Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Undip itu yang mengaku hanya dua kali latihan sebelum tampil.
Demikian pula dalam dunia akademisi, kata Yos, kedalaman ilmu seseorang tidak bisa dilihat dari perawakan atau jabatan yang melekat sehingga dengan pementasan lakon "Semar Mbangun Kahyangan" bisa menjadi refleksi bagi seluruh civitas akademika.
Sementara itu, Menristek Dikti Prof M Nasir mengaku keterlibatannya dalam pementasan wayang orang memperingati Dies Natalis Undip itu untuk ikut "mangayu bagya" atau merasakan kebahagiaan, sekaligus ikut melestarikan kesenian lokal wayang orang.
"Ini (bermain wayang orang, red.) pengalaman yang kedua saya. Tanpa persiapan juga, cuma dikasih teks dan didapuk jadi Bathara Brama. Bathara Brama itu menggambarkan penguasa geni (api, red.)," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi Undip itu.
Mantan Rektor Undip terpilih itu mengapresiasi Dies Natalis Undip kali ini yang menampilkan kesenian wayang orang, sebab bagaimanapun budaya berkaitan dengan sejarah yang tidak boleh dilupakan meski Undip punya impian untuk terus maju ke depan.
Berkaitan dengan lakon "Semar Mbangun Kahyangan", Nasir mengatakan bisa dipetik pelajaran bahwa membangun kahyangan itu tidak gampang dan tidak bisa dilakukan sendirian, melainkan membutuhkan kerja sama seluruh pihak, termasuk masyarakat.
Pementasan wayang orang yang digelar Undip itu juga mencetak rekor dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (Leprid) sebagai pemrakarsa pementasan wayang orang dengan pemainnya guru besar terbanyak, yakni sebanyak 60 orang profesor.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017