Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama dengan pemangku kepentingan mengadakan diskusi pembahasan potensi pengembangan nuklir menjadi pembangkit listrik.
"Yang kami bahas bukan lagi boleh atau tidak bangun PLTN, tetapi apakah Indonesia punya sumber daya uranium hingga torium. Selain itu jika ada bagaiman nantinya sampai pada tahap kajian," kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, Mantan Menteri ESDM tersebut menjelaskan bahwa memang ada pro dan kontra dalam diskusi tersebut, tetapi memang tidak dipungkiri Indonesia memiliki potensi tersebut.
Secara teknologi Indonesia memang belum bisa mengembangkan sendiri potensi tersebut, namun perusahaan asal Rusia, Rosatom sudah masuk ke Indonesia untuk dapat membicarakan tahapan-tahapan selanjutnya.
Secara keekonomian, Arcandra menjelaskan untuk membangun PLTN tidak membutuhkan biaya yang sedikit. Rata-rata pembangunan PLTN bisa menghasilkan sekitar 1.000 MW dengan asumsi kisaran biaya bisa mencpai 6 juta dolar AS per megawatt-nya.
"Untuk membangun reaktor nuklir bukan saja dari faktor keekonomian, melainkan budaya, disiplin, hingga sumber daya manusia kita juga harus mumpuni untuk mengelola reaktor tersebut, " katanya.
Kalaupun potensi reaktor tersebut terealisasi Arcandra mengatakan Provinsi Bangka-Belitung menyatakan kesiapan daerahnya untuk menjadi salah satu lokasi pembangunan.
Namun, menilik kebutuhan energi di wilayah tersebut Ia menjelaskan masih perlu diskusi yang panjang untuk dapat mewujudkan hal tersebut.
Arcandra menjelaskan jika potensi PLTN dibangun maka haruslah lebih efisien daripada pembangkit lainnya maupun dari energi baru terbarukan. Sebab apabila lebih tinggi harga jual listrik per kWh-nya daripada pembangkit yang sudah ada, maka hanya menjadi beban yang lebih besar.
"Apakah reaktor nuklir aman? buktinya banyak negara yang sudah menerapkan. Apakah ada kecelakaan? Memang ada, tapi hal itu bisa diminimalisir. Kita sebenarnya juga punya banyak ahli tentang nuklir, " jelasnya.
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017