Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah telah menetapkan pembentukan induk-induk perusahaan (holding company) BUMN dalam peta jalan BUMN 2016-2019. Direktur Pelaksana Lembaga Manajemen FIB Universitas Indonesia, Dr Toto Pranoto, menyatakan, ini untuk meninggikan efisiensi dan produktivitas BUMN terkait peta persaingan di tingkat regional dan internasional.


Hal itu menjadi salah satu pernyataan dia dalam peluncuran buku Holding Company BUMN, Konsep, Implementasi, dan Benchmarking, di Gedung Lembaga Manajemen UI, Jakarta Pusat, Kamis. Hadir dalam peluncuran buku itu sejumlah ahli ekonomi, para pimpinan BUMN, dan peneliti di sektor terkait.


Buku ini terdiri dari lima bagian besar, mulai dari tataran konsep hingga rekomendasi kebijakan pembentukan perusahaan induk BUMN itu serta pemetaan yang diperlukan dan terkait.


Tidak ketinggalan adalah grafik-grafik yang penting untuk mendukung pernyataan-pernyataan ilmiahnya, dan kisah sukses di berbagai negara, di antaranya adalah Singapura dengan Temasek-nya atau Malaysia dengan Khazanah Nasional Berhad-nya.


BUMN merupakan salah satu pilar ekonomi utama negara selain swasta dan koperasi, dan Indonesia memerlukan korporasi yang bersaya saing di panggung dunia. Pada sisi inilah BUMN, kata Pranoto, diandalkan pemerintah untuk menjalankan sektor-sektor strategis dari ekspansi korporasi multinasional.


Pemerintah tengah memerlukan suatu upaya untuk mendudukkan kembali peran dan fungsi keterlibatan negara dalam sektor bisnis, agar tidak terjebak pada trade-off pengembangan BUMN dan memajukan korporasi swasta nasional.


Peta jalan BUMN 2016-2019 menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dalam peningkatan daya saing perusahaan negara, yang masih sangat relevan dengan cetak biru reformasi BUMN, yang dibuat hampir 20 tahun lalu seiiring reformasi pada 1999. Adalah McKinsey Consulting yang saat itu merumuskan “perampingan” jumlah BUMN, pembentukan perusahaan-perusahaan induk, dan kerja sama demi sinergitas.


Data 2015 menyatakan, ada 119 BUMN yang lalu berkembang hingga ratusan lagi menjadi anak-cucunya pada 2017. Namun dari sisi bisnis, dari ratusan BUMN itu, hanya 25 saja BUMN yang mampu menghasilkan 90 persen pendapatan seluruh BUMN.


Menurut Pranoto, kondisi itu memprihatinkan dan mencerminkan inefisiensi, tidak produktif, dan kelambanan gerak BUMN padahal potensinya sangat luar biasa. Pada sisi lain, sebagai ilustrasi, seiiring dengan pemberlakuan MEA pada 2015 lalu, tiap bank BUMN di ASEAN harus mampu beradaptasi untuk bisa patuh pada ASEAN Bank Qualification, jika ingin berkiprah di ASEAN.


“Artinya, proses penyatuan bank BUMN dalam rangka memenuhi keperluan modal, teknologi, jaringan, dan standaridisasi kapasitas SDM, menjadi suatu keperluan nyata,” kata dia.

Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017