Padang (ANTARA News) - Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), Paskah Suzetta, mengatakan bahwa pemerintah optimistis paket ekonomi berjalan dengan baik karena paket tersebut lebih jelas dan terukur dalam implementasinya. "Kita sudah punya rencana aksi yang terukur yang menjadi tanggung jawab masing-masing kementerian," katanya di Padang, Rabu. Ia mencontohkan, kewenangan regulasi sektor keuangan di Menteri Keuangan (Menkeu) dan Bank Indonesia (BI), kemudian infrastruktur di Bappenas dan Kementerian Pekerjaan Umum. Selain itu, ia mengatakan bahwa inpres tersebut, tidak hanya melibatkan menteri-menteri yang bertangung jawab saja, namun juga kepala daerah baik gubernur maupun walikota dan bupati untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap rencana aksi tersebut. "Dengan indikasi makro yang sudah baik, aksi yang sudah terencana, diharapkan segera dapat bergerak," demikian Meneg PPN, Paskah Suzetta. Paket Kebijakan Ekonomi yang tertuang dalam Inpres Nomor 6 tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM) memuat 141 rencana tindak atau aksi yang akan dilakukan pemerintah. Paket kebijakan 141 rencana tindak itu terdiri dari kebijakan yang menyangkut perbaikan iklim investasi sebanyak 41 langkah, reformasi sektor keuangan 43 langkah, percepatan pembangunan infrastruktur 28 langkah, dan menyangkut UMKM sebanyak 29 langkah. Sebelumnya, ada penilaian dari Tim Indonesia Bangkit (TIB) yang berpendapat bahwa paket kebijakan ekonomi yang diumumkan Selasa (12/6) itu, tidak menjawab masalah dan hambatan yang dihadapi sektor riil seperti infrastruktur, pasokan energi, bahan baku, kebutuhan kredit dan pendanaan. "Mestinya paket kebijakan ekonomi adalah program yang konkrit seperti menyediakan lapangan pekerjaan untuk pengangguran," kata seorang anggota TIB, Hendri Saparini. Ia menjelaskan bahwa paket kebijakan tersebut, juga tidak menyebutkan pembagian tugas yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah. TIB menilai tidak ada inisiatif baru yang betul-betul signifikan untuk meningkatkan investasi, lapangan kerja atau meningkatkan kinerja dan produktivitas termasuk UMKM. "Paket yang dikeluarkan itu saya kira tidak didasari perubahan kebijakan yang ingin dicapai. Jadi itu hanya hal-hal yang secara rutin dikerjakan," kata ekonom TIB Fadhil Hasan. Ia mencontohkan jika pemerintah ingin mempercepat dan mengembangkan UMKM, maka kebijakan yang seharusnya dikeluarkan adalah keharusan perbankan untuk mengalokasikan kreditnya kepada UMKM. "Misalnya kewajiban memberi kredit pada UMKM sebesar 20 persen," ujarnya. Ia mengkhawatirkan, kebijakan nasional tentang pengembangan industri yang ditargetkan selesai Oktober 2007 akan bertentangan dengan Daftar Negatif Investasi yang dikeluarkan Juni 2007. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007