Jakarta (ANTARA News) - Bagi sastrawan Sapardi Djoko Damono, menerjemahkan karya sastra tak sebatas mengalihbahasakan kata per kata dan dilakukan hanya dengan sekali membaca karya itu.

"Saya penerjemah juga. Memang kita harus baca berulang kali dulu. Setelah bisa menghayati baru kita keluarkan," ujar dia di Jakarta, kemarin.

Menurut Sapardi, karya hasil terjemahan adalah "milik" si penerjemah. Dia mencontohkan, karya antologi puisi "Hujan Bulan Juni" yang diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin, adalah milik penerjemahnya, T.F.Chan.

"Terjemahan itu milik pemerjemah. Buku dalam bahasa Indonesia milik saya, sementara buku berbahasa Mandarin milik Pak Chan," kata Sapardi seraya terkekeh yang kemudian disambut tawa lepas dari Chan.

Chan yang merupakan diaspora Indonesia yang bermukim lama di Hong Kong sependapat dengan Sapardi, bahwa sebelum menerjemahkan karya sastra, sang penerjemah harus berkali-kali dulu membacanya.

"Saya harus baca berulang-ulang kali sehingga merasa sajak yang saya terjemahkan itu saya yang buat. Prosesnya tergantung, lihat dulu sajaknya. Kalau lancar 1-2 hari selesai satu sajak," kata Chan.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017