Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan korupsi dana pemberdayaan kaum fakir miskin di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemberdayaan Sosial di Departemen Sosial (Depsos). Kasubdit Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, Sonny W Manalu, dimintai keterangan dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi itu di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Rabu. Juru bicara KPK Johan Budi SP membenarkan Sonny dimintai keterangan untuk penyelidikan dugaan kasus korupsi dana bantuan sosial di Depsos. Menurut Johan, KPK menyelidiki dugaan korupsi dana APBN periode 2004 hingga 2006 dalam pelaksanaan dana bantuan sosial di Depsos. "Kita masih menyelidiki dugaan kasus korupsi tersebut. Tetapi karena masih dalam penyelidikan, saya belum bisa menjelaskan kasus itu," ujarnya. Kepada wartawan, Sonny membantah dirinya dimintai keterangan tentang dugaan korupsi dana pemberdayaan sosial. Sonny yang masih aktif menjabat Kasubdit Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin di Ditjen Pemberdayaan Sosial Depsos itu bahkan mengaku Kepala Biro Humas. "Saya ini Kabiro Humas. Ke sini hanya mengantar teman," ujarnya. Sonny telah dua kali dimintai keterangan oleh KPK. Pada Selasa, 12 Juni 2007, KPK juga telah meminta keterangan staf ahli Menteri Sosial, Akib Masri. Audit BPK sampai semester II Tahun Anggaran 2005 menghasilkan 70 temuan pemeriksaan di Departemen Sosial senilai Rp287,89 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak 63 temuan senilai Rp189,28 miliar telah ditindaklanjuti. Temuan BPK itu di antaranya adalah inefisiensi anggaran pengadaan mesin jahit dan sapi potong. Depsos pada 2004 melakukan kerjasama dengan PT Ladang Sutera Indonesia (Lasindo) untuk pengadaan 6.000 unit mesin jahit senilai Rp19,49 miliar. BPK menemukan sasaran penerima bantuan banyak yang tidak tepat, di antaranya pemilik usaha konveksi di Jawa Timur dan Sumatera Utara. Bantuan mesin jahit berspesifikasi kecepatan tinggi dengan konsumsi arus listrik tinggi itu sebenarnya ditujukan untuk membantu masyarakat miskin yang kapasitas listrik di rumahnya tidak mencukupi untuk operasi mesin jahit tersebut. Karena tidak tepat sasaran dan tidak tercapainya tujuan program, BPK menemukan anggaran senilai Rp10,63 miliar dalam program pengadaan mesin jahit tersebut tidak efektif. Pada 2006, BPK kembali menemukan inefisiensi dalam penggunaan dana APBN di Ditjen Pemberdayaan Sosial, Depsos. Temuan BPK itu di antaranya berupa kelebihan perhitungan biaya kontrak pengadaan sarana air bersih di Provinsi NTT dan NTB senilai Rp307,91 juta. BPK juga menemukan inefisiensi senilai Rp1,15 miliar untuk program pemberdayaan sosial melalui DIPA Dekonsentrasi tahun anggaran 2005 dan 2006 di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007