Jakarta (ANTARA News) - Indonesia merupakan negara yang telah membuat perbaikan terbesar dalam hal regulasi bisnis di kawasan Asia Timur dan Pasifik menurut laporan terbaru Kelompok Bank Dunia.
Dalam laporan berjudul "Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs" itu Indonesia menempati posisi pertama dalam daftar negara-negara yang paling banyak memperbaiki regulasi bisnis diikuti Kamboja, Kepulauan Solomon, Brunei Darussalam dan Malaysia.
"Indonesia adalah negara dengan perbaikan terbesar dari sejak 2005 hingga 2018," kata Operation Analyst World Bank Dorina Georgieva melaui video konferensi di Jakarta, Rabu.
Secara peringkat, dalam empat tahun terakhir posisi Indonesia juga terus merengsek naik dari posisi 114 pada 2014, menjadi 109 pada 2015, kemudian 91 pada 2016, dan menjadi 72 tahun ini.
Sepanjang 2016-2017, Indonesia melakukan tujuh reformasi untuk meningkatkan kemudahan berusaha, jumlah reformasi tertinggi dalam satu tahun.
Di kawasan Asia Timur dan Pasifik, Indonesia cuma kalah dari Brunei Darussalam dan Thailand yang telah melakukan delapan reformasi kemudahan berusaha.
Reformasi untuk meningkatkan kemudahan berusaha yang telah dilakukan pemerintah Indonesia, antara lain penurunan biaya memulai usaha dari 19,4 persen menjadi 10,9 persen pendapatan per kapita.
Biaya mendapatkan sambungan listrik juga dibuat lebih murah dengan mengurangi biaya sambungan dan sertifikasi kabel internal. Biaya untuk mendapatkan sambungan listrik kini 276 persen dari pendapatan per kapita, turun dari 357 persen. Di Jakarta, dengan proses permintaan untuk sambungan baru yang lebih singkat, listrik juga didapatkan dengan lebih mudah.
Selain itu akses perkreditan ditingkatkan dengan pembentukan biro kredit baru, dan perdagangan lintas negara difasilitasi dengan memperbaiki sistem penagihan elektronik untuk pajak, bea cukai serta pendapatan bukan pajak. Akibatnya, waktu untuk mendapatkan, menyiapkan, memproses, dan mengirimkan dokumen saat mengimpor turun dari 133 jam menjadi 119 jam.
Pemerintah juga membuat pendaftaran properti lebih murah dengan pengurangan pajak transfer, mengurangi biaya keseluruhan dari 10,8 persen menjadi 8,3 persen dari nilai properti.
Kemudian, hak pemegang saham minoritas diperkuat dengan adanya peningkatan hak, meningkatkan peran mereka dalam keputusan perusahaan besar, dan meningkatkan transparansi perusahaan.
Dari sisi pembayaran pajak, pelaporan pajak kini telah berbasis daring dan pemerintah juga sudah menurunkan pajak penghasilan (PPh) untuk pembelian rumah murah dari lima persen menjadi 2,5 persen.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017