Beijing (ANTARA News) - Skema perdagangan karbon China masih menghadapi beberapa masalah dan membutuhkan perbaikan lebih lanjut menurut pejabat senior bidang iklim di negara itu kepada para pewarta pada Selasa (31/10), sementara negara itu berusaha memenuhi komitmen untuk meluncurkan perdagangan karbon secara nasional tahun ini.
Li Gao, seorang pejabat Departemen Perubahan Iklim pada Komisi Pembangunan dan Reformasi China, mengatakan dalam konferensi pers di Beijing bahwa pembangunan sistem perdagangan emisi nasional "rumit" dan melibatkan pengujian konstan serta penyesuaian berlanjut.
Sebagai bagian dari janjinya menjelang kesepakatan iklim Paris tahun 2015, China menyatakan akan membangun skema perdagangan emisi nasional (Emissions Trading Scheme/ETS) dalam paruh pertama tahun ini, namun peluncurannya tertunda di tengah kekhawatiran mengenai data yang tidak bisa diandalkan.
China sudah menjadi sumber emisi gas penghangat iklim terbesar di dunia dan berjanji melakukan pemulihan dengan mempromosikan penggunaan energi yang lebih bersih dan perdagangan emisi pada sekitar 2030.
ETS nasional China diproyeksikan menjadi yang terbesar di dunia saat dijalankan, bahkan melampaui Uni Eropa.
China sudah memperdagangkan secara akumulatif total 197 juta ton karbon dioksida dengan total nilai 4,5 miliar yuan (678,35 juta dolar AS) pada tujuh proyek percontohan pertukaran karbon hingga akhir September, kata Li sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.
"Sepanjang perjalanan proyek percontohan ini kami mendapat pengalaman bagus dan menemukan beberapa masalah yang sangat bernilai bagi upaya kami meluncurkan skema nasional," katanya.
Li tidak mengatakan kapan China akan berada dalam posisi meluncurkan skema nasional, atau apakah pengumuman mengenai itu akan disampaikan dalam perundingan iklim di Bonn yang akan dimulai pekan depan.
Xie Zhenhua, pejabat tinggi bagian iklim di China, mengatakan dalam konferensi pers bahwa negaranya masih "100 persen" berkomitmen memenuhi janji iklimnya terlepas dari keputusan Amerika Serikat untuk menarik diri dari kesepakatan Paris awal tahun ini.
Ia mengatakan China masih berharap bisa menjadi kerja sama mengenai hal-hal seperti energi bersih, menyatakan bahwa di tingkat negara bagian perkembangan Amerika Serikat masih cukup kuat.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017