Kuala Lumpur (ANTARA News) - Gerakan Islam "garis keras" di Indonesia saat ini dinilai sedang lesu atau "cooling down" yang diduga akibat Laskar Jihad dibubarkan dan manuver-manuver politik tokoh Islam garis keras seperti Ustaz Ja`far Umar Thalib dan Ustaz Abu Bakar Baashir telah semakin jarang muncul di media massa. Hal itu dikemukakan oleh Dr Farish Ahmad-Noor, seorang peneliti Zentrum Moderner Orient, Berlin dan dosen terbang Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam sebuah diskusi mengenai "Jihad Revisited- Shifting Dynamic of Radical Movements in Indonesia Today", yang diselenggarakan ISIS (Institute of Strategic and International Studies) di Kuala Lumpur, Rabu. Farish melakukan wawancara secara langsung dengan Ustaz Ja`far Umar Thalib dan Abu Bakar Bashir serta melihat langsung kehidupan kedua tokoh garis keras di pesantren. "Ustaz Ja`far Umar Thalib saat ini menjadi yang orang yang sangat bosan. Mantan pendiri Laskar Jihad dan kini telah dibubarkan kelihatan murung dan lesu ketika saya wawancara beliau belum lama ini di pesantrennya al-Sunna, di pinggiran kota Yogyakarta," ujar Farish, yang juga menjadi konsultan ISIS Malaysia. Tidak ada kelompok radikal Islam Indonesia seperti Majelis Mujahidin Indonesia atau Front Pembela Islam yang mau bicara dengan dia. Untuk menghilangkan kesepiannya, ia mengatakan telah kembali kepada perjuangan semula, jihad aslinya yakni jihad di jalan pendidikan. Selain itu, gerakan Islam garis keras di Indonesia semakin meredup karena banyak akademisi muslim, tokoh-tokoh muslim dan juga masyarakat pada umumnya kurang mendukung langkah-langkah mereka. "Di Universitas Sunan Kalijaga tidak banyak yang mendukung Ustaz Ja`far Umar Thalib karena mereka juga mempelajari Islam secara mendalam tapi di UGM, dimana merupakan kampus sekuler, cukup banyak mahasiswa mendukung Ustaz Ja`far dan Laskar Jihad," katanya. Menurut dia, munculnya Islam garis keras seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam, atau Majelis Mujahidin Indonesia karena terbukanya panggung politik bagi organisasi politik dan sosial setelah krisis ekonomi tahun 1997 dan reformasi politik 1998 di Indonesia. Pada saat Orba dan Presiden Soeharto, gerakan Islam keras tidak bisa muncul akibatnya mereka melakukan gerakan bawah tanah dan wujudnya adalah gerakan Islam kultural. Tetapi setelah reformasi, dan terjadi keterbukaan dalam panggung politik maka muncullah kekuatan-kekuatan atau organisasi Islam garis keras. Islam garis keras semakin mendapatkan tempat ketika terjadi konflik Islam-Kristen di berbagai daerah, misalkan di Maluku dan Poso. Tetapi ketika tentara dan polisi berhasil memberikan keamanan maka sedikit demi sedikit peranan gerakan Islam keras makin memudar. Namun untuk masa depan, gerakan Islam yang dilakukan para intelektual dan akademisi muslim kini suaranya semakin keras. Dan masa depan perjuangan Islam akan lebih banyak dipegang oleh para intelektual dan akademisi muslim, katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007