"Kami sudah sepakat tidak meributkan itu karena tidak akan produktif," katanya di Jakarta, Jumat.
Karena, menurut dia, dari sisi integritas lingkungan, hampir dari semua gubernur negara bagian memiliki komitmen untuk menjalankan Kesepakatan Paris (Paris Agreement). Bahkan mereka menyatakan seandainya ada National Determined Contribution (NDC) untuk negara bagian mereka akan bersedia untuk memasukkannya.
"Kemudian pihak swastanya memang juga mau ikut serta (menjalankan Kesepakatan Paris)," ujar dia.
Presiden AS Donald Trump sudah mengumumkan Amerikat Serikat mundur dari kesepakatan iklim Paris 2015 pada Juni 2017.
AS meminta perundingan lagi untuk kesepakatan baru yang menurut mereka adil, yang tidak merugikan dunia usaha dan pekerja AS.
Menurut Nur, di pre-COP Fiji di Bonn, Jerman, disepakati untuk tidak memenuhi permintaan AS itu. Semua negara para pihak tetap bergerak maju dan berpegang pada apa yang dihasilkan di Paris.
Dengan demikian, hanya AS dan Suriah yang tidak menandatangani kesepakatan tersebut.
Poin-poin Kesepakatan Paris yang seharusnya mengikat 195 negara para pihak adalah menjaga kenaikan temperatur global jauh di bawah 2 derajat celsius dan berupaya membatasi pada 1,5 derajat celsius.
Lalu, membuat sistem penghitungan karbon dan pengurangan emisi secara transparan, upaya adaptasi dengan memperkuat kemampuan negara-negara untuk mengatasi dampak perubahan iklim, mengatasi kerugian dan kerusakan dengan memperkuat upaya pemulihan akibat perubahan iklim, serta pemberian bantuan, termasuk pendanaan bagi negara-negara untuk membangun ekonomi hijau dan berkelanjutan.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017